Resesi Singapura akan Berimbas ke Indonesia

  • Bagikan

Jakarta, HarianIndonesia.id ‐ Negara berekonomi kuat di kawasan Asean, Sungapura kini terperosok ke jurang resesi ekonomi. Ekonom berpendapat bahwa Indonesia harus waspada sebab bisa berimbas ke ekonomi nasional.

Singapura terperosok ke jurang resesi ekonomi untuk pertama kalinya sejak 2009 setelah laju perekonomiannya minus selama dua kuartal berturut-turut.

Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI), Selasa (14/7) pagi, mengumumkan data awal (prelimenary) pertumbuhan ekonomi Singapura anjlok 41,2 persen pada kuartal II 2020 dibandingkan kuartal sebelumnya. Sejumlah analis menilai kinerja kuartalan itu merupakan yang terburuk selama pencatatan.

Secara tahunan, ekonomi Singapura juga terkontraksi 12 persen. Penurunan itu lebih dalam dibandingkan kuartal I 2020 yang minus 0,7 persen.

Kontraksi kinerja ekonomi terjadi karena negara yang sangat bergantung pada perdagangan itu terpukul oleh pandemi virus corona.

MTI mengungkapkan pembatasan aktivitas yang diterapkan selama awal April hingga awal Juni untuk mencegah penyebaran wabah virus corona. Kebijakan itu menyebabkan sejumlah bisnis menutup operasionalnya sementara.

Para analis menilai kinerja ekonomi Singapura menjadi sinyal peringatan penurunan laju ekonomi global.

“Ini merupakan data kuartalan terburuk selama 55 tahun sejarah Singapura,” ujar Ekonom CIMB Private Banking Song Seng Wun seperti dikutip dari AFP.

Kendati demikian, Song tidak terkejut karena Singapura merupakan negara yang kecil yang sangat bergantung pada perdagangan barang dan jasa.

Jika dirinci, sektor konstruksi mengalami pukulan terbesar dengan kontraksi sebesar 54,7 persen secara tahunan dan 95,6 persen secara kuartalan.

Kemudian, sektor jasa turun 13,6 persen secara tahunan mengingat sektor jasa terkait pariwisata dan angkutan udara babak belur oleh pembatasan perjalanan.

Sementara, sektor manufaktur masih mampu ekspansi 2,5 persen secara tahunan karena dorongan dari industri biomedis.

Sebagai informasi, data awal diperoleh berdasarkan estimasi. Angka tersebut biasanya akan direvisi setelah seluruh data kuartal terkumpul.

Warning bagi Indonesia

Sejumlah ekonom menilai resesi ekonomi yang dialami Singapura tidak boleh dipandang sebelah mata. Pasalnya, kondisi yang terjadi di tengah pandemi itu merupakan sinyal peringatan (warning) bagi Indonesia.

Singapura jatuh ke jurang resesi ekonomi setelah dua kuartal berturut-turut perekonomiannya tumbuh minus. Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI) pada Selasa (14/7) mengumumkan data awal (preliminary) pertumbuhan ekonomi negeri singa anjlok 41,2 persen pada kuartal II 2020 dibandingkan kuartal sebelumnya.

Secara tahunan, ekonomi Singapura juga terkontraksi 12 persen. Penurunan itu lebih dalam dibandingkan kuartal I 2020 yang minus 0,7 persen.

“Apa yang terjadi di Singapura mestinya jadi warning buat Indonesia. Prediksi kami akan mengalami dua kali pertumbuhan minus dua kuartal berturut-turut, resesi di depan mata,” kata Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal seperti dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (14/7).

Ia menilai dampak resesi Singapura terhadap Indonesia tak terelakkan. Sebab, Singapura merupakan negara tujuan ekspor non-migas terbesar ke lima dan merupakan yang terbesar di ASEAN.

Melansir data Kementerian Perdagangan, Singapura memegang peran 6,57 persen dari total negara tujuan ekspor non-migas Indonesia per Mei 2020 atau setara US$4 miliar atau setara Rp56 triliun (kurs Rp14 ribu).

Sementara untuk impor, Singapura merupakan negara ketiga besar setelah China dan Jepang. Hingga Mei 2020, Kemendag mencatat barang dan jasa masuk dari Singapura mencapai US$5,34 miliar atau setara Rp74,76 triliun (kurs Rp14 ribu).

SIMAK JUGA :  Wakil Ketua PN Jaksel 'Kusno', Jadi Hakim Tunggal Praperadilan Novanto

Dengan terperosoknya negara pimpinan Lee Hsien Loong itu ke jurang resesi, Faisal menyebut otomatis Singapura akan fokus pada pemulihan ekonomi domestik dan menahan laju perdagangan internasional.

Sependapat, Ekonom Indef Tauhid Ahmad menyebut kebutuhan barang dan jasa Singapura akan lesu sehingga menciptakan tren negatif bagi mitra kerjanya, tak terkecuali Indonesia. Ia mencontohkan korelasi antara pertumbuhan China dan Indonesia. Setiap 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi China menyebabkan penurunan sebesar 0,3 persen untuk Indonesia.

“Permintaan dari kebutuhan barang dan jasa di sektor perdagangan Indonesia juga akan turun. Dampaknya ke kinerja perdagangan akan semakin lemah, pasti akan ada dampaknya,” ucapnya.

Dengan lesunya pertumbuhan ekonomi Singapura, ia menyebut dari segi penanaman modal juga akan terhambat. Para investor, menurutnya, akan menahan investasi ke luar negeri. Dalam hal ini Batam sebagai tujuan investasi investor Singapura yang akan paling terpukul.

Namun, ia tak menyebut berapa besar dampaknya terhadap penanaman modal di Indonesia.

“Dampak lainnya juga pariwisata. Wisata dari Singapura dengan ekonomi melemah itu akan berdampak karena pintu masuk dari Batam ke Singapura. Dalam hal belanja itu dampaknya cukup besar,” pungkasnya.

Tumbuh Minus 1,1 – 0,4 Persen

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi pada semester I 2020 bisa minus 1,1 hingga 0,4 persen. Pertumbuhan minus lantaran pandemi virus corona (covid-19) telah menekan perekonomian Indonesia sejak kuartal I 2020.

Perekonomian Indonesia yang tumbuh di atas 5 persen pada kuartal pertama tahun 2018 dan 2019 terkoreksi pada tahun ini menjadi hanya sebesar 2,97 persen.

“Terjadi penurunan yang cukup drastis dari covid-19, yaitu penurunan pertumbuhan di kisaran 3 persen atau 2,97 persen pada kuartal I ini, menurun cukup tajam dibanding rata-rata pertumbuhan kita yang di atas 5 persen,” jelasnya, Kamis (9/7)

Sementara, pada kuartal II 2020, tekanan perekonomian makin kuat lantaran virus corona mulai mewabah, serta terjadinya pembatasan aktivitas sosial.

Ia memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kurun April hingga Juni akan terkoreksi hingga minus 3,8 persen atau dalam kisaran minus 3,5 persen sampai minus 3,1 persen.

“Kuartal kedua diperkirakan terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi kita, yakni minus 3,8 persen atau dalam range antara minus 3,5 sampai minus 3,1. Sehingga semester I range pertumbuhan ekonomi adalah minus 1,1 sampai 0,4 persen,” kata Ani.

Meski demikian, ia menangkap sinyal pemulihan ekonomi pada kuartal ketiga. Hal itu terlihat dari beberapa indikator yang mulai mengalami peningkatan di antaranya pertumbuhan penerimaan pajak hingga purchasing manager index manufaktur Indonesia pada Juni.

“Kuartal ketiga kami berharap terjadi pemulihan. Oleh karena itu diperkirakan nanti prediksi ekonomi kita bisa mencapai range yang mendekati nol atau bahkan positif, yaitu antara minus 0,4 hingga 1 persen,” ucapnya.

Jika proyeksi tersebut terwujud, pada akhir tahun nanti, pertumbuhan ekonomi tidak akan negatif. “Pertumbuhan kuartal tiga dan keempat diperkirakan berkisar minus 1 hingga positif 1,2 persen pada kuartal 3 dan kuartal empat 1,6 persen hingga 3,2 persen,” pungkasnya.

(awe)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *