Pengamat Ini Minta  Komisi Kode Etik Polri Tak Ragu PTDH Hendra Kurniawan

  • Bagikan

Rr. Dewinta Pringgodani, SH, MH

Jakarta – Komisi Kode Etik Polri (KKEP) diminta tak ragu-ragu memberikan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat atau PTDH (pecat) dari anggota kepolisian kepada mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Polri, Brigjen Hendra Kurniawan.

Demikian penegasan pengamat politik, hukum dan keamanan Dewinta Pringgodani dalam keterangannya, Senin (26/8).

Menurut Dewinta, Hendra sepatutnya disanksi sama seperti dua anak buahnya, Kompol Chuck Putranto dan Kompol Baiquni Wibowo yang sudah dipecat dari keanggotaan Korps Bhayangkara karena terlibat dalam obstruction of justice atau tindak pidana menghalangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

“Sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal Polri tentunya kesalahan Hendra lebih fatal. Komisi Kode Etik jangan ragu memecat Hendra,” kata Dewinta.

Dalam pemeriksaan Timsus bentukan Kapolri, Hendra digolongkan dalam klaster keempat pemeriksaan saksi bersama Ferdy Sambo lantaran dinilai terlibat dalam memberikan perintah untuk memindahkan rekaman CCTV area TKP.

“Artinya Hendra sudah terlibat dari awal dalam obstruction of justice kasus Brigadir J,” kata Dewinta.

Dewinta juga menyoroti gaya hidup mewah Hendra, salah satunya kerap gonta-ganti mobil mewah.dan sgt hedonis”

Sorotan tersebut awalnya datang dari Komisi III DPR RI  Arteria Dahlan dalam rapat dengar pendapat dengan Kompolnas, Komnas HAM dan LPSK pada Senin lalu (22/9).

“Padahal kalau merujuk besaran gaji anggota Polri, mustahil Hendra bisa bergaya hidup mewah,” sindir Dewinta.

Diketahui bahwa bersaran gaji pokok polisi diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2019.

 Berdasarkan aturan tersebut, dengan pangkat Brigjen Pol, Hendra Kurniawan dapat menerima besaran gaji pokok sebanyak Rp 3.290.500 – Rp 5.407.400.

Di luar gaji pokok, Brigjen Hendra Kurniawan juga menerima berbagai macam tunjangan yang besarnya bervariasi tergantung pangkat dan jabatan. 

Dari sejumlah tunjangan yang diterima Korps Bhayangkara, tunjangan paling besar berupa tunjangan kinerja atau tukin polisi.

Untuk tunjangan kinerja polisi diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 103 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

SIMAK JUGA :  Sidang Perdana Prostitusi Online, JPU: Yang 'Kencani' Vanessa Angel Bernama Rian Subroto

Jika berdasarkan pangkat dan jabatan yang disandangnya sebagai Karopaminal Divpropam Jenderal Polri Bintang 1, maka Brigjen Hendra Kurniawan berada di kelas jabatan 15, sehingga sehingga berhak menerima tukin bulanan sebesar Rp 14.721.000.

Oleh karena itu, dengan asumsi gaji pokok plus tunjangan kinerjanya, maka dalam sebulan bisa menerima penghasilan sebesar paling kecil Rp 18.011.500 dan paling tinggi Rp 20.128.400 per bulan.

Namun besaran tersebut baru menghitung gaji pokok beserta tukin yang diterima. Sebab sebagai abdi negara, Hendra juga masih menerima sejumlah tunjangan lain yang bersifat melekat.

Selain itu, Dewinta turut mengungkit pesta pernikahan Hendra dan Seali Syah yang digelar secara mewah di sebuah hotel berbintang di Jakarta beberapa tahun lalu.

“Pesta pernikahan Hendra yang sudah menikah tiga kali itu gratisan alias Hendra tidak bayar. Ada hubungan apa Hendra dengan pemilik hotel JHL di BSD Jakarta sehingga gratis,” tanya Dewinta.

Diketahui Hendra Kurniawan merupakan satu dari tujuh tersangka kasus menghalang-halangi penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan Brigadir J. 

Dia disebut ikut serta dalam pencopotan hingga penghapusan rekaman kamera keamanan atau CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo.

Enam tersangka lainnya adalah Irjen Ferdy Sambo, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuk Putranto serta AKP Irfan Widyanto.

Mereka diduga melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP. []

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *