Kasus Korupsi di Kemenhub, Budi Karya Sumadi Dibidik KPK?

  • Bagikan

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selayaknya menuntaskan sejumlah kasus dugaan korupsi di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang disinyalir melibatkan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi.

“Biasanya memang menteri mengetahui apa yang dilakukan Dirjen. Makanya dari itu KPK harus panggil Menteri – nya, masa Menteri tak tahu apa tupoksi Dirjen sendiri,” ujar Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/8/2018).

Dia dimintai pendapat hukum menyusul adanya informasi bahwa Menhub Budi Karya Sumadi kini dalam bidikan KPK pasca Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kemenhub Antonius Tonny Budiono divonis 5 tahun penjara.

Menurut Uchok selayaknya KPK melanjutkan pengembangan kasus dengan segera memeriksa Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya untuk mengetahui peran yang bersangkutan dalam sejumlah proyek tersebut.

KPK terus menyoroti mega korupsi di Kemenhub menyusul ditemukan keganjilan perolehan proyek yang dimenangkan oleh PT. Adhiguna Keruktama, pada kurun waktu 2015-2107, yang secara berturut-turut berhasil mendapatkan 4 (empat) paket proyek, dengan total nilai anggaran Rp. 225 miliar.

Padahal sebelumnya pada kurun waktu 20012-2014, PT. Adhiguna Keruktama sudah mendapat 4 (empat) paket dengan total nilai anggaran Rp. 188 miliar. Berdasarkan data di LPSE, peserta lelang proyek-proyek itu bisa hingga 40-an perusahaan. Hal ini mengindikasikan adanya korupsi yang berlanjut di tubuh Kementerian Perhubungan.

Temuan tersebut merupakan hasil pengembangan yang dilakukan KPK pasca tertangkapnya Dirjen Perhubungan Laut, Antonius Tony Budiono dalam operasi OTT KPK (23/8/2017) lalu.

Mustahil dapat Proyek 8 Paket

Sebelumnya Pengamat Kebijakan Publik Ichsanuddin Noorsy menyatakan, sangat mustahil PT. Adhiguna Keruktama bisa menang proyek secara berturut-turut hingga 8 (delapan) paket, bila tanpa ada dukungan tangan kuat yang tidak kelihatan dibelakangnya.

“Orang kuat” itu levelnya tentu diatas Dirjen, dan ini yang harus ditelisik tuntas penyidik KPK. Karena tidak mungkin bisa menang berturut-turut bila tanpa diwarnai suap,” ujar Ichsanuddin, kemarin.

Apakah karir Menhub Budi Karya Sumadi bakal berujung seperti yang dialami Setya Novanto?

“Hal ini masih perlu terus dicermati sembari seluruh elemen masyarakat harus ikut mengawasi KPK” ujar Noorsy.

SIMAK JUGA :  Skandal Pembobolan Bank BNI Ambon, Direskrimum Polda Maluku Dicopot

Sebelumnya kepada wartawan, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan tidak menampik kasus dugaan suap terkait pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, Jawa Tegah yang menyeret Dirjen Hubla Kemenhub menjadi pintu masuk untuk membongkar dugaan korupsi pada proyek-proyek lainnya.

“Penyelidikannya hingga kini masih berjalan dan dilakukan pendalaman” ujarnya.

Ditangkap KPK

Seperti diketahui, anak buah Budi Karya Sumadi ini ditangkap KPK bersama-sama Adiputra Kurniawan, Komisaris PT. Adhiguna Keruktama, terkait suap proyek pengerukan pelabuhan Tanjung Mas.

Total uang suap yang disita dari tangan Antonius Tony Budiono yang berserakan dalam 33 tas di kamarnya sebesar Rp. 20 miliar, bersumber dari berbagai proyek dan pengurusan jasa perijinan, salah satunya setoran dari organisasi INSA (Indonesian National Shipowners Association).

Terpisah Indonesia Corruption (ICW) menyebutkan Kementerian Perhubungan tidak serius mencegah dan menindak praktek korupsi yang berulang kali terjadi. Padahal total anggaran Kemhub yang bersumber dari APBN cukup besar yakni Rp. 45,88 triliun.

Satgas Operasi Pemberantasan Pungli (OPP) yang dibentuk Menhub Budi Karya Sumadi pada 2016 tak lebih hanya pencitraan belaka. Karena di lapangan kong kalikong pejabat Kemhub dengan pemilik kapal masih terus berlangsung. Kapal yang tidak laik laut banyak tapi dibiarkan berlayar.

Perjalanan debut karir BKS – begitu ia sering dipanggil – kerap diwarnai aroma amis korupsi. Dimulai pada tahun 2004-2013, ketika menjabat sebagai Dirut PT. Pembangunan Jaya Ancol Tbk pernah dituding terlibat dalam kasus penjualan gedung milik persero yang merugikan negara.

Lalu pada tahun 2015-2016, pria kelahiran Palembang 18 Desember 1956 ini menjadi Dirut PT. Angkasa Pura II — mengelola 13 bandara di Indonesia termasuk Bandara Internasional Soekarno – Hatta itu, dan tak perlu menunggu waktu lama sudah ramai dituduh i terkait dugaan korupsi proyek Peningkatan Kapasitas dan Jaringan Listrik (PKJL) di Bandara Soeta senilai Rp. 980 miliar, dengan potensi kerugian Negara mencapai Rp. 232 miliar, lantaran secara tidak sesuai prosedur menunjuk langsung PT. Nindya Karya sebagai pemenangnya.

Sumber Harian Terbit

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *