Diskusi SATUPENA, Nury Sybli: Untuk Menghidupkan Kembali Kebaya, Butuh Strategi Konkret

  • Bagikan
Ilustrasi Perempuan Berkebaya

JAKARTA – Untuk menghidupkan kembali kebaya, dibutuhkan sebuah strategi yang konkret. Bukan sekadar diwajibkan memakai kebaya di acara-acara tertentu. Hal itu disampaikan oleh Nury Sybli, aktivis literasi.

Nury Sybli menyatakan hal tersebut sebagai pembicara, dalam diskusi bertema Budaya Bangga Kebaya di Era Modern. Diskusi itu berlangsung di Jakarta, Kamis malam, 10 Agustus 2023.

Diskusi yang menghadirkan Nury Sybli itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA. Diskusi webinar itu dipandu oleh Amelia Fitriani.

Kalau pemerintah serius mau menghidupkan kebaya, Nury berharap, pemerintah membuat program-program yang konkret, dan hal ini disinergikan dengan berbagai lembaga pemerintah.

Misalnya: Kementerian Pendidikan, Kementerian Perempuan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Koperasi dan UMKM. Karena kebaya juga menjadi industri ekonomi yang sangat langsung dirasakan ibu-ibu rumah tangga dan rakyat kecil.

Menurut Nury Sybli, saat ini banyak kalangan melihat kebaya sebagai pakaian yang sudah ketinggalan zaman, old school, tidak trendy, dan sebagainya.

“Kebaya memang ada, tetapi hidupnya setengah mati. Ia  menjadi cerita, dan dianggap sebagai pakaian nenek-nenek,” ujar Nury, prihatin.

Nury menjelaskan, dalam pandangan umum masyarakat kita, mereka melihat kebaya identik dengan kondangan. Kalau kita pakai kebaya di angkutan umum, ditanya mau kondangan ke mana, atau habis kondangan dari mana. Pandangan umum ini juga diselebrasi oleh pemerintah.

Bagi Nury, kebaya bukan lagi isu perempuan, tetapi sudah menjadi isu bersama, di mana semua pihak berjuang bersama, bahu-membahu, bergotong royong, karena kebaya menjadi identitas dan milik kita semua.

“Banyak perempuan atau ibu-ibu mau pakai kebaya lagi, tetapi suaminya tidak mendukung. Ini juga menjadi ganjalan. Maka peran laki-laki juga penting, untuk mendorong agar kebaya betul-betul menjadi pakaian perempuan Indonesia,” tuturnya.

SIMAK JUGA :  Capres 2024 : Elektibilitas Ganjar Lampaui AHY, Anies dan Prabowo Subianto

Dijuluki sebagai “aktivis kebaya,” Nury menolak. Ia mengatakan, dirinya lebih suka disebut aktivis literasi. Ini karena kebaya adalah buku kehidupan. Kebaya adalah petuah ibu. Jadi bukan semata pembungkus tubuh atau pakaian biasa.

“Kalau kita ke Jambi, Riau, bukan cuma kebaya tetapi juga ada baju kurung. Di Minang juga ada kebaya labu. Ada berbagai macam jenis kebaya dan semua punya pemaknaan sendiri-sendiri,” tutur Nury. (K) ***

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *