JAKARTA – Sosialisasi KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang baru kurang memadai bisa berdampak fatal. Hal ini, misalnya, menyangkut implikasi pasal tentang perzinahan, yang bisa berdampak negatif bagi pariwisata di Indonesia.
Hal itu diungkapkan oleh praktisi media Satrio Arismunandar, mengomentari webinar Pro Kontra KUHP, yang diadakan Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA di Jakarta, Kamis malam, 15 Desember 2022.
Sebagai narasumber tentang RUU KUHP itu adalah Dr. Sidratatha Mukhtar, dosen Ilmu Politik Fisipol UKI dan pengajar Program Doktoral Ilmu Kepolisian STIK-PTIK.
Satrio mengutip ucapan Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna Laoly, yang menegaskan pasal perzinahan di KUHP tersebut tidak akan mempengaruhi pariwisata Indonesia.
“Pengesahan UU KUHP itu terlanjur menuai sorotan dari dunia internasional. Maka, adanya pasal perzinahan atau larangan seks di luar nikah disebut-sebut akan mempengaruhi kedatangan turis ke Indonesia,” ujar Satrio.
Padahal itu mutlak bersifat delik aduan. Yang bisa menggugat atau mengadukan hanyalah mereka yang punya hubungan secara langsung. Misalnya, istri atau suami dari yang bersangkutan.
Jadi jika ada pasangan turis asing yang belum menikah tinggal sekamar di hotel, misalnya, mereka tidak tiba-tiba bisa ditangkap atau digerebek oleh polisi moral.
“Itu tidak akan terjadi,” kata Satrio tegas.
Masalahnya, kata Satrio, hal itu kurang terkomunikasikan dengan baik. Sehingga KUHP baru ini sudah terlanjur bikin heboh di media internasional.
“Akibatnya, pemerintah jadi sibuk membuat bantahan dan klarifikasi,” tambahnya.
“Hal-hal semacam ini seharusnya sudah bisa diantisipasi, untuk menghindarkan dampak negatif yang tak diinginkan,” tutur Satrio, menyesalkan.
Satrio mengingatkan pemerintah, pasal perzinahan hanyalah salah satu yang memerlukan klarifikasi. Masih ada pasal-pasal lain di KUHP baru yang perlu dijelaskan.
“Jadi, pekerjaan rumah pemerintah cukup banyak,” ungkapnya. ***
