Gambar: Istimewa
MALUKU, harianindonesia.id – Klaim Gubernur Nusa Tenggara Timur, Victor Laiskodat perihal jatah Participating Interest (PI) dari pengelolaan Blok Masela sebanyak 5 persen menuai respon keras dari Gubernur Maluku, Murad Ismail
Murad menyatakan jatah 5 persen dari pemerintah pusat tersebut hanyalah omong kosong dan tidak perlu ditanggapi, karena tidak masuk akal karena provinsi NTT jauh blok Masela. Hal ini disampaikan mantan Dankor Brimob itu di Kantor Gubernur Maluku, Senin (4/11/2019).
“Kita nggak usah tanggapilah, itu omong kosonglah. Nanti saya kasih tunjuk peta karena jaraknya terlalu jauh. Jadi terlalu jauh provinsi lain dengan Maluku,” tegas Murad kepada wartawan
“Ini sama saja itu tidak masuk di akal, itu impossible. Kalau begitu kenapa Australia yang lebih dekat atau Timur Leste yang ada di depan. Timor Leste kan di depan, itu di belakang-belakang sekali mengklaim, di belakang sekali, itu nggak usah ditanggapi,” tandasnya.
Murad mengaku dirinya sampai dibully karena tidak mau tanggapi pernyataan Gubernur NTT.
“Saya dibully, saya disuruh tanggapi, saya bilang, ngapain tanggapi hal-hal yang tidak mungkin terjadi. Itu kan 2010 SBY sudah mengatakan lokasinya di Maluku. Kalau semua bisa mengklaim seperti itu, kenapa semua aja datang klaim karena kita ini Negara Indonesia. Udalah tidak usah tanggapi hal-hal yang begitu, itu pepesan kosong, kalau kita tanggapi lagi kita jadi kampungan, nggak penting,” tegasnya.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto yang dikonfirmasi wartawan enggan berkomentar soal klaim Gubernur NTT. Ia mengatakan, keputusan ada di tangan pemerintah pusat.
“Semua itu adalah keputusan pemerintah jadi kita akan menunggu, bagaimana keputusan dari pemerintah,” ujarnya.
Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo selalu menekankan sejak awal agar proyek ini bisa memberikan manfaat yang besar untuk daerah dan nasional.
“Pak presiden menekankan bagaimana menggunakan kapasistas lokal dari tenaga kerja dan pengusaha lokal diberikan ruang untuk berkontribusi dalam proyek, ini yang sejak awal kami mendapat arahan dari beliau,” tandasnya.
Dwi Soetjipto dan staf, serta President of Inpex Marsela Ltd, Akihiro Watanabe. melakukan pertemuan dengan gubernur, Ketua DPRD Maluku Lucky Wattimury dan sejumlah pimpinan SKPD, dan Bupati MBD Benyamin Noach di lantai 6 membahas penyiapan lahan untuk pembangunan infrastruktur Blok Masela.
Klaim Gubernur NTT
Sebelumnya Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, mengemukakan daerah setempat akan mendapat keuntungan sebanyak 5 persen dari pengembangan gas bumi Blok Masela di Kepulauan Tanimbar, Maluku pada 2025.
“Sudah ada persetujuan dari Bapak Presiden (Presiden Joko Widodo) dan Pak Menteri ESDM Ignasius Jonan bahwa 10 persen keuntungan yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah Maluku dibagi dua dengan NTT mulai 2025,” katanya di Kupang, Jumat (25/10).
Dia mengatakan, nilai keuntungan yang akan diterima NTT dari pengembangan Blok Marsela diperkirakan mencapai lebih dari Rp30 tirliun.
“Jalan kita, air kita, dan lainnya pasti akan beres karena kita miliki lebih dari Rp30 triliun, di luar dari sumber pendapatan lainnya,” katanya seperti dilansir dari mediarestorasi.com
Menuai Kecaman
Klaim Gubernur NTT Victor Laiskodat menuai kecaman dari berbagai kalangan di Maluku.
Klaim Laiskodat mendapatkan jatah 5 persen PI dari pengelolaan Blok Masela dinilai ibarat mimpi di siang bolong. Omongannya tanpa didasari regulasi. Blok Masela jelas masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Maluku. Olehnya itu, PI 10 persen mutlak milik Maluku, dan tak bisa dibagikan ke provinsi lain.
Hal ini ditegaskan Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno, kepada wartawan, Kamis (31/10), usai membuka workshop hulu migas, dengan tema peran daerah dalam kegiatan usaha hulu migas, di Santika Hotel Ambon.
“Pernyataan Gubernur NTT itu mengagetkan, tapi kita harus tegaskan PI tidak bisa dibagikan ke daerah lain. Kita akan melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat. Boleh mereka meminta PI 5 persen, tetapi jangan diambil miliknya Maluku,” tegas Orno.
Anggota Komisi VII DPR RI, Saadiah Uluputty menilai pernyataan Gubernur NTT, Victor Laiskodat tidak memiliki dasar.
Menurutnya, wilayah eksplorasi dan eksloitasi Blok Masela sepenuhnya masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Maluku, tidak bersinggungan sedikit pun dengan NTT.
“NTT tidak punya dasar mengklaim Blok Masela, karena blok ini sepenuhnya masuk dalam wilayah Maluku. Tidak masuk dalam daerah administratifnya NTT,” tegas Uluputty, saat dihubungi Siwalima, melalui telepon selulernya, Kamis (31/10).
Uluputty mangatakan, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016, penawaran PI 10 persen dapat dibagi dengan provinsi lain jika posisi bloknya masuk dalam wilayah administrasi lebih dari satu provinsi.
Ketua Badko Himpunan Mahasiswa Islam Maluku-Maluku Utara, Daus Arey menegaskan, PI 10 persen Blok Masela adalah hak Maluku, dan tidak bisa ditawar ke daerah lain.
“Pernyataan Gubernur NTT itu keliru, jangan mengklaim sesuatu secara berlebihan,” tandas Daus.
Ketua Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Ambon, Almindes Falantino Syauta juga menegaskan hal yang sama. “Apa yang disampaikan Gubernur NTT itu hanya gertak sambal. Semua sudah dilalui dan telah diputuskan, kalau Maluku dapat jatah PI 10 persen pengelolaan Blok Masela,” tandas Syauta.
Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury, menilai, pernyataan Gubernur NTT yang mengklaim akan mendapatkan 5 persen dari 10 persen PI yang ditetapkan untuk Maluku adalah penyesatan informasi dan provokatif.
Ia menegaskan, pembicaraan tentang PI 10 persen dari pengelolaan Blok Migas Masela bagi pemerintah dan masyarakat Maluku sudah final, dan tidak ada ruang bagi pihak lain mengklaim bagian dari situ.
Ketua Komisi II DPRD Maluku, Saudah Tuankotta Tethol menegaskan, DPRD Maluku akan melakukan perlawanan jika PI 10 persen pengelolaan Blok Masela dibagikan dengan NTT. “Kita akan lawan. PI 10 persen itu hak masyarakat Maluku, dan jika dibagikan maka kita akan lawan,” tandas Saudah. (Doha)