Pemerintah dan DPR akan Revisi UU Narkotika, Terkait Legalisasi Ganja untuk Kepentingan Kesehatan

  • Bagikan

Taufik Basari mewakili Komisi III DPR memberikan keterangannya secara daring pada sidang lanjutan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Selasa (10/08) di Ruang Sidang MK. (Sumber:Humas MK)

JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan melakukan revisi terhadap Undang-undang narkotika. Menurut anggota Komisi III dari Nasdem Taufik Basari, usul revisi sudah masuk dalam prolegnas 2021.

“Terkait revisi Undang-Undang Narkotika perlu saya jelaskan di sini sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2021, tapi posisinya adalah usul dari pemerintah. Oleh karena itu, yang nanti menyusun naskah akademik dan draf RUU adalah pemerintah. Jadi bolanya ada di pemerintah, kita akan menunggu hasil dari naskah akademik dan draf RUU itu dari pemerintah, kemudian baru nanti DPR akan memberikan DIM (daftar inventaris masalah)-nya,” kata Taufik saat memberikan keterangan mewakili DPR dalam perkara sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) di Mahkamah Konstitusi (MK), dilihat dari laman MK, Rabu (11/8/2021).

Menurut Taufik, setiap negara mempunyai karakteristik tersendiri dalam memutuskan pelegalisasian terhadap ganja atau minyak ganja (cannabis oil) untuk pelayanan kesehatan yang termasuk dalam golongan narkotika. Sehingga tidak dapat disamakan satu negara dengan negara lainnya.

Menurut Taufik yang mewakili DPR, proses legalisasi ganja pun membutuhkan penelitian secara ilmiah yang jelas. “Ilmu pengetahuan yang pasti; dan membutuhkan waktu untuk melakukan penelitian tersebut. Sehingga, tidak dapat langsung serta merta dipersamakan karakteristik beberapa negara dengan negara Indonesia dalam melakukan pelegalisasian terhadap minyak ganja untuk pelayanan Kesehatan,” ucap Taufik dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman tersebut.

Menurut Taufik, hasil penelitian ilmiah dari ganja ini akan memberikan bukti manfaat untuk kepentingan praktis.

SIMAK JUGA :  Gugus Tugas Terbitkan Jam Kerja Baru di Jabodetabek

“Sehingga dari hasil penelitian tersebut nantinya akan ditemukan kebenaran dan pemanfaatan dari narkotika tersebut secara lebih lanjut serta perlu pula dilakukan pengujian untuk kepentingan praktis. Maka, penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi kesehatan guna pembangunan kemajuan bidang kesehatan,” papar Taufik.

Sebelumnya, Perkara Nomor 106/PUU-XVIII/2020 ini dimohonkan oleh Dwi Pertiwi (Pemohon I); Santi Warastuti (Pemohon II); Nafiah Murhayanti (Pemohon III); Perkumpulan Rumah Cemara (Pemohon IV), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) (Pemohon V); dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) (Pemohon VI).

Para Pemohon menguji secara materiil Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) yang melarang penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan.

Hal ini dianggap merugikan hak konstitusional Pemohon karena menghalangi Pemohon untuk mendapatkan pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup anak Pemohon. (*)

Dikutip dari: KompasTV

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *