Imam Hanafi Bolehkan Bayar Zakat Fitrah dengan Uang, Gus Baha: Saya Sendiri Pakai Uang

  • Bagikan

Jakarta – Zakat fitrah merupakan amalan wajib yang harus dikerjakan umat Islam, setelah sebulan lamanya menunaikan ibadah puasa Ramadan. Adapun waktu pengerjaannya dilakukan pada awal puasa hingga menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Menurut Imam Syafi’i, Zakat Fitrah dibayarkan dengan menggunakan makanan pokok di mana tempat tinggal umat muslim itu berada. Adapun makanan pokok itu bisa berupa gandum atau beras.

Bagaimana jika kita tidak sempat membeli beras dan diganti dengan uang?

Dikutip dari NU Online, terkait hal ini, Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Bahaudin Nursalim (Gus Baha) menjelaskan, zakat fitrah boleh menggunakan uang asalkan setara dengan takaran yang telah ditentukan, yaitu satu sha’ atau empat mud.

“Saya sendiri memilih membayar zakat fitrah menggunakan uang yang setara dengan lima kilogram beras,” kata Gus Baha, sapaan akrabnya, dalam salah satu tayangan Youtube dilihat NU Online, Jumat (29/4/22).

Baca juga:

Alasannya, pemberian uang ditekankan karena orang lebih membutuhkan uang untuk berbelanja daripada beras yang umumnya mereka sudah punya.

“Saya zakat selalu 3 kg, tidak pernah 2,5 kg. Karena 2,5 kg itu pas-pasan. Makanya saya zakat pertama itu 3 kg, sekarang 5 kg tapi dalam bentuk uang,” ucapnya.

Ia tak menampik bahwa bagi mazhab Syafi’i, zakat fitrah yang dikeluarkan harus berupa beras. Namun, menurut mazhab Hanafi dari Abu Hanifah, zakat diperbolehkan menggunakan dinar atau uang.

Ilustrasi
“(Mohon maaf) ini bukan berarti tidak menghargai ketetapan Imam Syafi’i. Tapi sekarang orang kalau mau kasih beras, terus yang untuk belanja mana? Inginnya belanja kok dikasih beras,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur’an LP3IA Narukan, Rembang itu.

Dahulukan Kerabat

SIMAK JUGA :  Presiden Segera Tandatangani UU Cipta Kerja

Dalam kesempatan itu, diceritakan pula bahwa dirinya seringkali ditanya bagaimana cara penyaluran zakat yang benar, lebih baik diberikan kepada panitia masjid atau diberikan sendiri langsung kepada mustahiq?.

Jawabannya, kata Gus Baha, jika niat muzaqi bercampur dengan curiga terhadap panitia masjid, maka zakat sebaiknya diberikan kepada masjid.

“Kalau kamu dengki ingin mengomentari panitia masjid, saya jawab, mending kamu berikan masjid biar sifat dengkimu itu kamu lawan sendiri,” terang dia.

Sebaliknya, sambung dia, jika pertanyaan itu objektif sesungguhnya menentukan siapa yang akan menerima zakat fitrah itu lebih mudah, yakni dahulukan kerabat dekat.

“Aturan Al-Qur’an sudah jelas dahulukan orang yang punya unsur kerabat. Misalnya keponakan yang memang tidak wajib saya tanggung seperti istri/anak,” terang ulama ahli tafsir Alquran dan Hadits asal Rembang itu.

Sebagai informasi, polemik berzakat menggunakan uang sudah banyak dibahas oleh sejumlah kalangan, termasuk Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU).

Dalam keputusannya, argumentasi atas kebolehan pelaksanaan kewajiban zakat fitrah dengan uang sebesar nominal harga beras 2,7 kg/2,5 kg dibangun atas pertimbangan sebagai berikut: Pertama, sebagian ulama menilai tujuan di balik kewajiban zakat sebagai hikmah saja yang tidak mengandung muatan hukum.

Source : Fajar.co.id

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *