Aktifis 98 Desak Komnas HAM Telusuri Perundungan Sikap Kritis Publik

  • Bagikan

PERUNDUNGAN – sejumlah aktifis 98 menyampaikan laporan mereka ke Komnas HAM, Rabu (17/6) terkait maraknya kasus perundungan terhadap sikap kritis publik. Mereka mendesak Komnas HAM menelusuri kasus ini secepatnya. (foto : Dok)

Jakarta, Harianindonesia.id – Aktifis 98 yang tergabung dalam Nurani 98 mendatangi Komisi Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di jalan Jl. Rasuna Said Jakarta, Rabu (17/6/20) guna menyampaikan sikap mereka terhadap maraknya kasus perundungan akibat sikap kritis aktifis, jurnalis, komika, akademisi dan masyarakat umum saat menyampaikan sikap di depan publik.

Selain itu, Nurani 98 juga melihat indikasi penerapan hukum untuk membungkam atau mencari – cari kesalahan warga negara yang kritis dalam mengaktualisasikan  hak asasinya yang dijamin dan dilindungi oleh Konstitusi.

Kedatangan Aktifis Nurani  ‘98 diterima ole Hairansyah, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM / Komisioner Mediasi dan Mohammad Choirul Anam, Subkomisi Pemajuan HAM / Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan, di ruang Pelaporan Komnas HAM dengan tetap mengikuti Protokoler Kesehatan.

Salah seorang perwakilan Nurani ‘98 A Wakil Kamal menilai hingga hari ini,  ancaman terhadap jurnalis, akademisi, dan teror terhadap aktivis kembali marak. Ancaman yang terjadi mulai dari diretasnya alat komunikasi hingga diancam untuk dibunuh.

Terakhir perundungan  bernada fitnah yang menimpa komikus Bintang Emon, yang terjadi akibat sikap kritisnya terhadap amat sangat ringannya tuntutan jaksa dalam kasus Novel Baswedan.

“Alih-alih ada kepastian hukum,  kasus teror dan perundungan seperti dibiarkan mengambang tanpa kejelasan penanganan. Tidak mengherankan jika praktek yang sama atau seirama terus terjadi, dan hampir tak dapat dipastikan akan berakhir dalam waktu dekat,” jelas mantan ketua presedium ISMAHI periode 1996-1998 seperti dikutip  portal berita dMagek.ID.

Ubedilah Badrun, Aktivis ’98 yang sekarang menjadi akademisi di UNJ menambahkan, teror atas kebebasan mengemukakan pendapat dan pikiran merupakan kejahatan atas nilai reformasi. Keberatan atau ketidaksetujuan atas satu pendapat dan pikiran harus diungkapkan dengan cara beradab. Kebebasan pandangan perlu dijamin dan didorong oleh segenap elemen negara agar pikiran tetap hidup dan demokrasi tidak mati.

“Jika terdapat pikiran atau pendapat yang dikemukakan mengandung fitnah, diskriminasi SARA, hoaks dan bentuk-bentuk lain yang memenuhi kualifikasi tindak pidana, seharusnya hal itu diselesaikan melalui mekanisme hukum positif yang berlaku (due process of law),” tegasnya.

Akan tetapi, lanjutnya, hukum juga tidak boleh digunakan untuk membungkam atau mencari-cari kesalahan warga negara yang kritis dalam mengaktualisasikan  hak asasinya yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi.

“Teror terhadap kebebasan berpendapat itu sama kejinya dengan ujaran kebencian, dan upaya saling balas terhadapnya hanya mendegradasi sistem hukum dan keadaban sosial,” tegasnya.

Berkaitan dengan peristiwa ancaman pembunuhan terhadap jurnalis dan akademisi, Nurani 98 mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan penyelidikan, termasuk untuk menemukan pelaku teror berikut motifnya. Bukan saja karena terindikasi unsur tindak pidana, tetapi juga agar tidak terjadi saling tuding dan fitnah atas peristiwa ini.

SIMAK JUGA :  Tiket Pesawat Mahal, Kemenhub: Masih Sesuai Tarif Atas

Nurani ’98 juga meminta Komnas HAM membentuk tim investigasi atas berbagai peristiwa terakhir atas ancaman serius terhadap demokrasi dan konstitusi sesuai ketentuan pasal 89 ayat (3) UU HAM. Komnas HAM seyogyanya tidak hanya berdiam diri dan sekedar memberi pernyataan atas situasi itu. Komnas HAM seharusnya ikut serta membantu mengungkap siapa pelaku teror dan intimidasi terhadap berbagai orang yang menyatakan sikap kritisnya, akhir-akhir ini. Sikap dan tindakan nyata Komnas HAM sangat dibutuhkan untuk memastikan tetap terjaganya kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Sesjend ISMAHI periode 1996-1998 Asep Wahyu Wijaya menekankan, pemerintah harus memastikan bahwa jaminan kebebasan berpendapat dan mengemukakan pikiran itu terlindungi dan terawat baik.

Menjamin tetap terawatnya kebebasan sebagai bagian pokok demokrasi, jelasnya, adalah tugas pemerintah sepanjang masa, terlepas bahwa pemerintahan mungkin berganti pada periode berlainan.

“Pun kepada kawan-kawan yang ikut serta dalam gerakan reformasi ’98 agar sama-sama memastikan hal ini tidak boleh lagi terjadi. Khususnya kepada kawan-kawan yang sudah masuk dalam lingkaran elite politik, baik di tingkat nasional maupun daerah, kiranya bersatu sikap dan pandangan agar alam kebebasan yang sama-sama kita perjuangkan pada 1998  lalu tidak terdegradasi karena alasan apa pun,” pungkas anggota DPRD provinsi Jawa Barat dari fraksi Partai Demokrat ini.

Petisi Ditandatangani

Tuntutan NURANI ’98 kepada Komnas HAM agar menindaklanjuti laporan mereka ditanda-tangani oleh puluhan mantan aktivis 98 diantaranya, Ray Rangkuti (aktivis ’98 UIN Ciputat). Ubedilah Badrun (aktivis ’98, akademisi UNJ), Danardono Siradjudin (presidium FKSMJ 95-96), Jeirry Sumampow (penggiat demokrasi), Arif Susanto (aktivis ’98, akademisi), Kaka Suminta,  A. Wakil Kamal (advokat, Presidium ISMAHI 1996/98), Sarbini (aktivis ’98 FKSMJ), Andi Key Kristianto (LSAdi ’98), Asep Wahyuwijaya (Sesjen ISMAHI 1996-1998), Iwan Gunawan (aktivis ’98, Jakarta), Anthony FK’98 by, Suryo AB (Aktivis 98/ Dosen), Boy Rendra ( Aktivis 98/ Untag Jakarta), Jimmy Radjah (FK’98/tukang kopi),  Basel (Aktivis ’98/UNJ), Sopan Ibnu Sahlan ( Aktiv 98/ UNSAT), Lutfi Nasution ( Aktivis 98 FKSMJ),  Asep Supriyatna ( Aktivis 98 Bandung), Adjat Sudrajat (Aktivis 98 Perbanas), Hermawanto (advokat, aktivis ’98), DR. Mahmud Mulyadi (aktivis ’98, Palembang),  Ibeng (aktivis ’98, Medan), Raymon LM (aktivis ’98, Padang), Muhammad Jusril (advokat, aktivis ’98 Makassar), dan Donny Magek Piliang (Aktivis 98, Jurnalis).

Salah satu semangat Reformasi Mei ’98 yang telah diperjuangkan oleh mahasiswa adalah lahirnya jaminan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Ini bagian penting visi reformasi. Ketika hak konstitusional warga negara dalam ancaman, maka persoalan tersebut tidak bisa diletakkan semata sebagai masalah individu. Ini harus dilihat sebagai ancaman terhadap demokrasi.

Menanggapi laporan NURANI’98 Komisi Nasional Hak Asazi Manusia akan segera menindak-lanjutinya dan akan segera membetuk tim. 

(dmp/we)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *