Menanti Ketegasan Negara, Meredam Corona di Mudik Lebaran

  • Bagikan

Jakarta, HarianIndonesia.id ‐‐ Pemerintah pusat tengah mengkaji opsi melarang mudik lebaran di tengah kekhawatiran penyebaran virus corona(Covid-19). Meski demikian, sejumlah pemudik lebih dini pulang kampung, terpantau di sejumlah titik terminal di Jawa Tengah, hingga Jawa Timur, sejak beberapa hari terakhir.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengakui ada eskalasi yang cukup signifikan jumlah penumpang bus antarprovinsi di Jateng. Nyanyian seirama juga disampaikan Khofifah. Gubernur Jawa Timur itu mengakui ada peningkatan angka kedatangan di terminal-terminal di daerahnya.

“Rupanya tahun ini banyak [pekerja migran] yang mudik awal, ada juga dari Jakarta memberikan beberapa data bahwa sudah mudik awal,” kata Khofifah, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (25/3), seperti dikutip CNNIndonesia.

Sementara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku tak bisa melarang para perantau yang selama ini bekerja di ibu kota untuk pulang kampung. Menurutnya tak ada payung hukum serta. Selain itu sebagai gubernur, ia tak punya kewenangan untuk melarang orang pulang kampung.

Pergerakan warga dari ibu kota ke sejumlah daerah membonceng kekhawatiran utama: meningkatnya potensi penyebaran virus corona. Seruan kampanye social distancing dan tetap di rumah seolah menguap bagi para pemudik dini tersebut.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Hermawan Saputra mengatakan bahwa penyebaran virus corona di Indonesia akan mencapai titik puncak di antara April dan Mei 2020. 

“Itu dalam keadaan normal saja, apalagi ditambah fenomena mudik, jadi itu (mudik) berisiko besar,” kata Hermawan saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Senin (26/3).

Menghadapi situasi demikian, Hermawan menilai pemerintah tidak bisa hanya mengeluarkan imbauan atau larangan agar masyarakat tidak melaksanakan mudik pada tahun ini. 

Menurutnya, pemerintah harus mengeluarkan sebuah payung hukum besar terkait antisipasi penyebaran virus corona lebih dahulu. Payung hukum itu, kemudian menjadi pijakan dalam membuat kebijakan yang melarang masyarakat untuk mudik. Pemerintah, kata Hermawan, harus membuat kebijakan yang tegas dan terukur, bukan bersifat ‘setengah hati’.

SIMAK JUGA :  Dituding Sekap Pembantu, Istri Hotma Sitompul : Nanti Kita Buktikan

“Melarang punya implikasi hukum atau tidak? Ada reward and punishment tidak? Kalau hanya imbauan, tidak efektif menurut saya,” katanya.

Ia mencontohkan, imbauan pemerintah yang membuat sejumlah sekolah atau universitas meliburkan aktivitas belajar saat ini telah membuat sejumlah siswa perantauan pulang ke kampung halaman. 

Terpisah, sosiolog dari Universitas Nasional Sigit Rochadi mengatakan bukan hal mudah melarang warga mudik meski dengan aturan jelas. Menurutnya mudik sudah jadi bagian tak terpisahkan untuk masyarakat Indonesia.

“Saya ragu efektivitasnya, karena mudik satu budaya yang ribuan tahun mengakar di tengah masyarakat,” ucap Sigit. 

Dia menerangkan bahwa mudik bagi masyarakat Indonesia memiliki tiga makna yang sulit dihilangkan. Pertama, mudik bermakna sebagai bentuk silaturahmi dengan saudara atau anggota keluarga yang berada di kampung halaman.

Kedua, mudik bagi orang Indonesia bermakna sebagai pertemuan fisik antara anggota keluarga yang telah lama tidak berjumpa. Dalam makna ini, menurutnya, mudik kerap dianggap sebagai momen transfer uang dari kota ke desa.

Terakhir, mudik bagi masyarakat Indonesia bermakna sebagai waktu untuk ziarah atau mengunjungi makam orang tua atau anggota keluarga yang telah meninggal dunia.

“Karena ada tiga makna itu, (mudik) sulit dihilangkan,” ucap Sigit.

Dalam konteks pencegahan penyebaran virus corona, Sigit menyatakan bahwa pemerintah harus membuat aturan yang tegas untuk melarang mudik. Menurutnya, pemerintah juga harus mengerahkan aparat untuk mengontrol mobilitas masyarakat.

Selain aturan yang tegas, lanjut Sigit, pemerintah juga harus memberikan insentif kepada masyarakat agar bersedia untuk menunda mudik hingga pemerintah bisa mengatasi penyebaran virus corona.

“(Atau) bisa dengan menggeser cuti bersama, diberikan kalau nanti situasi sudah aman,” imbuh Sigit. (awe)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *