Keputusan MK tak Hanya KKN tapi Merendahkan dan Mempermalukan Mahkamah

  • Bagikan

KETUA Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) didampingi anggota Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) memimpin jalannya rapat perdana di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (26/10/2023). (Foto : Kredit ANTARA)

JAKARTA, HARIANINDONESIA.ID

Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana meminta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia capres-cawapres tak digunakan sebagai dasar untuk maju dalam Pilpres 2024.

Alasannya, selain putusan tersebut bukan hanya koruptif, kolutif, dan nepotis. Namun, juga telah merendahkan dan mempermalukan lembaga Mahkamah yang seharusnya dijaga dengan segala daya dan upaya kehormatannya.

“Dengan menerapkan penyelamatan keadilan konstitusional, maka Majelis Kehormatan Yang Mulia semoga berkenan untuk menyatakan tidak sah Putusan 90, atau paling tidak memerintahkan agar Mahkamah Konstitusi melakukan pemeriksaan ulang perkara nomor 90 tersebut, dengan komposisi hakim yang berbeda, tanpa hakim terlapor,” ujarnya.

Denny menyampaikan pandangannya ini dalam sidang perdana dugaan pelanggaran etik hakim MK yang diadili MKMK di Gedung MK, Selasa (31/10/2023). Sidang dipimpin Ketua MKMK Prof Jimly Asshiddiqie.

Denny adalah salah satu pelapor dalam dugaan pelanggaran etik pada putusan Mahkamah Kontitusi tentang persyaratan minimal usia capres dan cawapres yang telah diputuskan Anwar Usman selaku Ketua MK bersama para hakim lainnya.

“Pelapor mengusulkan Putusan 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar untuk maju berkompetisi dalam Pilpres 2024,” kata Denny yang hadir secara daring.

Menurutnya, perlu ada putusan provisi untuk menunda pelaksanaan dari putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menabrak nalar dan moral konstitusional tersebut.

Selain itu, Denny juga meminta agar putusan tersebut tak dimanfaatkan ataupun dinikmati keuntungannya oleh para pihak yang telah dengan sengaja memanfaatkan hubungan kekerabatan antara Ketua MK Anwar Usman dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Denny juga meminta agar putusan MKMK tetap dilaksanakan meskipun ada upaya hukum banding.

Menurutnya, hal itu untuk menghindari putusan MKMK tidak dilaksanakan dalam tenggat waktu Pilpres yang sangat sempit, dan menghindari upaya banding disalahgunakan untuk menunda eksekusi.

Minta Transkrip Sidang Ketua MK

Pada persidangan Selasa kemarin, sebanyak 15 guru besar dan pengajar hukum tata negara (HTN) dan hukum administrasi negara yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) meminta transkrip sidang Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang digelar tertutup kepada Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Permintaan itu disampaikan Kuasa Hukum CALS, Violla Reininda dalam sidang perdana dugaan pelanggaran etik hakim MK yang diadili oleh MKMK di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/10).

“Memberikan jalan tengah supaya pelapor setidak-tidaknya bisa mengakses secara langsung transkrip dari hasil pemeriksaan etik secara internal, di kepaniteraan. Transkripnya secara langsung,” kata Violla.

“Meskipun kami tidak dapat menghadiri secara langsung, tapi bisa mengakses dokumen transkrip pasca pemeriksaan itu berlangsung,” imbuhnya.

Namun, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyatakan materi di dalam sidang tersebut bersifat rahasia.

Violla mengatakan CALS meminta transkrip hasil pemeriksaan etik terhadap Anwar Usman lantaran laporan yang dilayangkan tidak bersifat satu arah.

Berdasarkan transkrip tersebut, kata dia, CALS bisa mengecek kebutuhan terkait alat bukti dan dokumen-dokumen yang memperkuat laporan mereka.

“Dari hasil transkrip dan juga pemeriksaan tadi, kami harapkan misalnya ada hal-hal yang bisa dikuatkan oleh para pemohon dalam bentuk penambahan alat bukti ataupun penambahan dokumen-dokumen lain yang terkait untuk menguatkan laporan kami,” ujar Violla.

Sementara itu, Jimly mengaku akan mempertimbangkan permintaan CALS. Jimly akan berunding bersama panitera untuk memutuskan permintaan tersebut pada Jumat, 3 November mendatang.

Kendati demikian, ia menekankan sidang pemeriksaan etik terhadap Anwar Usman oleh MKMK itu bersifat rahasia.

“Tidak semuanya mempersoal itu. Umumnya kekerabatan, yang kedua soal statement di luar. Tapi ada tiga kalau enggak salah yang mempersoalkan registrasi. Tapi bisa jadi yang kami kasih tiga itu. Karena statusnya itu rahasia,” kata Jimly.

SIMAK JUGA :  Arsjad Rasjid Tambah Wakil Ketua TPN Ganjar Pranowo jadi Sembilan, Andi Widjajanto tak jadi Masuk?

“Biar kami lihat dulu sebab ada kesimpulannya tidak bisa. Biar kami rundingkan dulu bertiga dengan sekretariat bagaimana baiknya,” sambung pria yang pernah menjadi Ketua MK pada dekade 2000 silam.

Sebelumnya, MK telah mengabulkan gugatan soal syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden.

MK menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu.

Putusan itu membuka pintu bagi Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar Usman yang belum berusia 40 tahun untuk maju di Pilpres 2024.

Saat ini, Gibran telah resmi mendaftarkan diri sebagai bakal cawapres yang akan mendampingi Prabowo Subianto pada kontestasi politik nasional tahun depan.

Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman dilaporkan paling banyak dilaporkan soal Pelanggaran Etik Syarat maju Pilpres 2024.

Usman Melobi Hakim

Dalam penjelasan terpisah pada persidangan MKMKM, Kuasa Hukum CALS, Violla Reininda, menyebutkan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman diduga melobi hakim konstitusi agar mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres. Hal itu disampaikan Kuasa Hukum CALS, Violla Reininda di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/10).

Violla mengatakan dalil tersebut menjadi dasar Anwar Usman melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim sebagaimana aturan yang berlaku.

Ia menyebut Anwar Usman terlibat konflik kepentingan lantaran membentangkan karpet merah untuk keponakannya, Wali Kota Solo yang juga putra sulung Presiden Joko Widodo melenggang ke Pilpres 2024 melalui putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

“Keterlibatan di sini dalam arti yang bersangkutan tidak mengundurkan diri untuk memeriksa dan memutus perkara dan juga terlibat aktif untuk melakukan lobi dan memuluskan lancarnya perkara ini agar dikabulkan oleh hakim yang lain,” kata Violla.

Menurutnya, konflik kepentingan itu telah dimulai sebelum perkara tersebut diputuskan. Hal itu dibuktikan dengan pernyataan Anwar Usman ketika mengisi kuliah umum di Universitas Sultan Agung Semarang pada 9 September 2023.

Saat itu, kata dia, Anwar Usman berbicara tentang substansi putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.

Violla berpendapat Anwar Usman telah melanggar prinsip independensi, ketidakberpihakan, dan integritas.

“Ini adalah yang dalam satu pandangan kami sangat fatal, apalagi dilakukan oleh seorang negarawan dan pucuk pimpinan dari lembaga MK,” ujarnya.

Ia menilai tindakan Anwar Usman tak hanya melanggengkan abusive judicial review atau menggunakan cara-cara yang konstitusional melalui pengujian Undang-undang untuk mengabulkan satu kepentingan kelompok tertentu. Terutama perkara yang berkaitan dengan hubungan keluarganya sendiri.

Namun, Anwar Usman juga menerima adanya penundukan terhadap MK yang menjadikan lembaga tersebut sebagai satu alat politik yang bisa digunakan oleh kekuasaan untuk meloloskan kepentingan tertentu.

“Di sini kami mendalilkan hakim terlapor melanggar prinsip ketidakberpihakan karena telah memberikan komentar secara terbuka tentang perkara yang ditangani terutama perkara tentang pengujian syarat usia menjadi capres dan cawapres,” jelas Violla.

Selain itu, kata dia, Anwar Usman juga melanggar Pasal 10 huruf f angka 3 terkait larangan bagi hakim konstitusi untuk mengeluarkan komentar terbuka di luar persidangan atas perkara yang akan dan sedang diperiksa.

Dalam petitumnya, CALS meminta MKMK memeriksa Anwar Usman atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Kemudian, meminta MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat kepada Anwar Usman dari jabatan Ketua MK dan hakim konstitusi apabila terbukti melakukan pelanggaran berat.

Ketua MKMK Jimly dalam penjelasan terpisah mengatakan keputusan sidang etik MK akan diputuskan Selasa depan. (*)

Awaluddin Awe, dari berbagai sumber

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *