GANJAR Yakin Menang Pilpres di Jawa Tengah, Itu Basis PDIP

Foto ilustrasi saat Ganjar menghadiri pengumuman Mahfud MD menjadi Cawapres di Kantor DPP PDIP Jakarta. (Foto : Dok/Awe/HI)

JAKARTA, HARIANINDONESIA.ID –

Mantan Gubernur Jawa Tengah yang kini menjadi Bakal Calon Presiden Ganjar Pranowo meyakini dan optimis bakal memenangkan Pilres di Jawa Tengah. Alasannya Jateng itu basis PDIP sejak dulu sekali.

Saat menjawab pertanyaan presenter CNNTV Indonesia dalam satu sesi wawancara khusus, Ganjar Pranowo menjelaskan bahwa posisi Jawa Tengah sampai hari ini masih menjadi Kandang Banteng.

Sebab itu, katanya, dirinya sangat yakin bakal memenangkan Pilpres di sana. Apalagi para kader juga sudah memahami situasi yang terjadi antara PDIP dengan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabiming Raka yang kini sudah berpindah partai ke Golkar dan menjadi Cawapresnya Prabowo Subianto.

Ganjar menambahkan pihaknya bersama dengan tim pemenangan, partai dan relawan serta simpatisan Ganjar-Mahfud akan menerapkan strategi lebih kencang untuk bisa meraup suara lebih besar di Jawa Tengah.

Langkah ini, menurut Ganjar dia lakukan karena tidak mau lengah, meski Jateng adalah Kandang Banteng. Malah dengan bekerja lebih maksimal di daerah basis akan lebih jauh menguntungkan untuk mencapai pemenangan.

Ganjar menceritakan pengalaman maju untuk keduakalinya menjadi Gubernur Jateng, dengan dua rival berasal dari eks PDI Perjuangan juga. Sebab itu, kata Ganjar dia bersama tim membuat plan A, Plan B dan Plan C untuk memenangkan Pilgub Jateng hari itu.

“Intinya kita tidak boleh sombong dan takabur. Kalau bersikap optimis boleh. Sebab itu kunci untuk bekerja keras memenangkan pertarungan,” tegas Ganjar.

Suami Siti Atikoh ini memaparkan bahwa dirinya akan terus bertemu dan berkomunikasi dengan masyarakat Jawa Tengah untuk memastikan pemenangan dirinya dan kemenangan PDIP di Jawa Tengah.

“Insyallah saya bersama dengan tim akan melakukan aksi jeput bola di Jawa Tengah untuk menyampaikan kabar bahwa Gubernurnya akan maju menjadi Calon Presiden dan meminta dukungan doa dan suara dari mereka semua,” ujar Ganjar dalam kesempatan berbeda.

Kepedihan Kader PDIP

Sebelumnya, Sekjen DPP PDIP Hasto Kritiyanto mengungkapkan kepedihan dan kesedihan hati para Kader PDIP sampai tingkat ranting atas perubahan sikap Jokowi dan keluarganya terhadap partai berlambang banteng yang telah mengusung dirinya sejak dari Walikota Solo hingga menjadi presiden, bahkan dua kali periode.

“DPP PDIP merasakan kepedihan dan keperihan warganya sampai kepada tingkat ranting atau struktur paling bawah. Mereka awalnya tidak percaya Presiden Jokowi dan keluarganya akan meninggalkan PDIP, tetapi akhirnya itu terjadi,” papar Hasto dalam pesan tertulisnya kepada Wartawan, Minggu (29/10/2023).

Awalnya Hasto tidak mau membuka sikap kader PDIP atas perlakukan Jokowi dan keluarganya terhadap partai yang telah menjadikan dia menjadi walikota, gubernur dan presiden.

Namun demi mendengar pernyataan sejumlah tokoh kebudayaan seperti Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, akhirnya Hasto berani mengungkapkan perasaannya tentang apa yang terjadi antara Jokowi dan PDIP.

Menurut Hasto, apa yang dilakukan Jokowi adalah Political Disobedience atau politik pembangkangan yang dipadukan dengan rekayasa hukum Mahkamah Konstitusi, untuk memperjuangkan sang putra menjadi Wakil Presiden.

SIMAK JUGA :  Jadi Pemimpin Terkorup Dunia Versi OCCRP KPK Didesak Periksa Jokowi dan Kroninya

Apa yang dilakukan Jokowi ini, tegas Hasto sudah melanggar pranata kebaikan dan konstitusi.

Padahal, sebut Hasto, para kader PDIP sangat mencintai Jokowi. Sebab itu DPP PDIP memberikan previlage sangat luar biasa terhadap Jokowi, bahkan keluarganya sendiri.

Jokowi diusung oleh PDIP sejak dari Jokowi mencalon menjadi Walikota, Gubernur DKI, dan bahkan menjadi Presiden RI dua periode.

Begitu juga PDIP mengusung menantu Jokowi mas Bobby maju menjadi walikota Medan, dan mas Gibran sendiri menjadi Walikota Solo.

“Rasanya belum kering baju di badan dan rasa lelah kader PDIP memperjuangkan Pak Jokowi dan keluarga. Tetapi kini kami sudah ditinggalkan. Tidak apa apa, sebab pak Jokowi ada permintaan dari pihak lain,” paparnya.

Namun Hasto mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh Jokowi bersama partai koalisi di sana tidak semuanya berjalan sesuai skenario. Sebab Hasto ada mendengar para pimpinan partai koalisi terpaksa mengikuti maunya Jokowi karena kartu truf mereka dipegang oleh Jokowi.

“Kesemuanya itu dipadukan dengan rekayasa hukum di MK. Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time saya hanya harian; lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan”, ungkap Hasto lebih ditail.

Dia percaya bahwa apa yang dilakukan Jokowi dan keluarganya terhadap PDIP akan berhadapan dengan pandangan masyarakat Indonesia tentang Ketuhanan. Bahwa masalah moralitas, nilai kebenaran dan kesetiaan sangat dikedepankan.

“Semoga awan gelap demokrasi ini segera berlalu, dan rakyat Indonesia sudah paham, siapa meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan itu.” Pungkas Hasto mengakhiri pernyataannya.

Tak Bisa Leluasa di Jawa Tengah

Guru Besar Politik Unand Prof DR Asrinaldi dalam kesempatan terpisah sebelumnya juga menyatakan bahwa pasangan Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Gibran Rakabuming Raka tidak bisa leluasa juga meraup suara di Jawa Tengah disebabkan ada dukungan Cawapres dari Ganjar Pranowo di sana yakni Mahfud MD.

“Meskipun berasal dari Madura, Jawa Timur tetapi pengaruh Mahfud MD di Jawa Tengah dan hampir diseluruh Indonesia mampu mengubah peta calon presiden di mata rakyat. Jadi tidak mudah juga bagi Gibran ambil suara dari Jawa Tengah,” ujar Asrinaldi kepada Harianindonesia melalui voice note, Jumat (20/10/2023) malam.

Menurut dia, keputusan Jokowi memasang Gibran sebagai Cawapres Prabowo selain mengisi komitmen yang telah mereka buat berdua, sekaligus menjegal suara Ganjar di Jawa Tengah, terutamanya.

Asrinaldi mengaku tidak memahami secara persis mengapa kemudian Jokowi lebih cenderung memasangkan anaknya dengan Prabowo, tidak dengan Ganjar dan kemudian akan merecoki suara Ganjar di Jawa Tengah.

“Tetapi pasti ada sesuatu antara Jokowi dengan Megawati dan Ganjar Pranowo sehingga Gibran kemudian dipasangkan dengan Prabowo. Pada awalnya saya menilai ini (memasang Gibran dengan Prabiwo) hanya sebagai bargaining Jokowi dengan Megawati dan Ganjar Pranowo, terutama untuk setelah Jokowi tidak lagi menjadi presiden,” ujarnya. (*)

AWALUDDIN AWE
dari berbagai sumber