Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Nilai-nilai Jawa Menghormati dan Menjaga Kerukunan Sosial

  • Bagikan
Ilustrasi Kerukunan Sosial di Kalangan Orang Jawa.

JAKARTA – Nilai-nilai Jawa yang menghormati dan menjaga kerukunan sosial merupakan prinsip dasar pedoman normatif dan moral untuk interaksi sosial, baik dalam keluarga maupun masyarakat.

Hal itu dikatakan Satrio Arismunandar, doktor filsafat dari Universitas Indonesia mengomentari tema webinar, Laku Utama Orang Jawa untuk Mencapai Kebenaran yang diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang dipimpin oleh penulis senior Denny JA.

Diskusi yang dibuat dalam bentuk webinar yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan pembicara Ketua Dewan Penasihat Satupena Jawa Timur, Slamet Hendro Kusumo. Webinar itu berlangsung di Jakarta, Kamis malam, 2 Maret 2023.

Mengutip para pakar budaya, Satrio Arismunandar memaparkan, penghormatan ini juga tercermin dalam perilaku masyarakat Jawa dalam konteks lain. Seperti: tempat kerja, sekolah, dan organisasi politik.

“Penekanan yang kuat pada rukun atau harmoni sosial telah menandai orang Jawa, yang khas ditandai sebagai orang yang tidak ekspresif, menghindari konflik sosial dan pribadi,” tutur Satrio, yang juga Sekjen SATUPENA ini.

Namun, mengutip Koentjaraningrat, Satrio mengungkapkan, konsep penghormatan dan keharmonisan sosial yang dicapai dalam kehidupan sehari-hari bisa jadi memerlukan “biaya” tertentu.

Ketergantungan dan penghormatan yang besar kepada senior dan atasan di golongan pegawai negeri (priyayi) dapat mengurangi rasa kemandirian. Ketaatan berlebihan kepada atasan dapat merusak mental pegawai negeri sipil.

“Hal ini menyebabkan keengganan untuk mengambil risiko, karena mereka merasa tidak aman dalam bertindak tanpa dukungan orang lain yang dapat berbagi tanggung jawab dengan mereka,” jelas Satrio.

“Kelemahan seperti itu terkadang dianggap sebagai produk sampingan yang tidak menguntungkan dari budaya yang kuat, bukan sebagai sikap tunggal yang harus dihilangkan,” lanjutnya.

Ditambahkannya, struktur organisasi pemerintahan sesuai dengan nilai-nilai budaya tersebut. Secara umum, ada kecenderungan sentralistik yang kuat dalam beberapa program pemerintah.

Tugas administrator lokal hanya mengimplementasikan paket yang dirancang secara terpusat, yang berisi aktivitas dan anggaran terperinci.

Menurut Satrio, penyajian tugas ini menyisakan sedikit peluang untuk kreativitas, dan dapat menciptakan sikap implementasi pasif di antara para manajer lokal. Mengingat orientasi nilai linier, mereka merasa nyaman dengan struktur pusat semacam ini.***

  • Bagikan
Exit mobile version