DPP PKDP Diminta Desentralisasi Urusan DPW dan DPD, Amri Aziz : Jika Baik, Putuskan di Mubes VI

  • Bagikan

AMRI AZIZ

JAKARTA (Harianindonesia.id) : Anggota Dewan Pembina DPP PKDP Indonesia Amri Aziz menilai DPP PKDP sebaiknya melimpahkan sebagian kewenangannya kepada DPW dan DPD PKDP, sesuai dengan semangat otonomi daerah dan UU nomor 2 tahun 2017.

“Tidak mesti semua hal diurus juga oleh DPP PKDP lagi. Sebab dalam era desentralisasi ini ada yang menjadi hak DPW dan DPD untuk melakukannya sendiri. Tetapi kebijakan ini bukan berarti menghapus hubungan DPP dengan DPW dan DPD. Cuma pelimpahan sebagian wewenang saja,” papar aktivis Sumbar sejak masa kuliah ini kepada Harianindonesia.id, Senin (12/12/2022).

Menurut mantan Sekretaris Dewan Pituo BK3AM Jakarta ini, usulan desentralisasi sebagai urusan dan tanggung jawab DPP kepada DPW dan DPD PKDP akan disampaikannya dalam Mubes VI di Padang, 25 Februari – 3 Maret 2022.

Amri Azis berpandangan bahwa perkembangan perundang undangan dan aturan lain tentang keormasan membawa implikasi terhadap pola hubungan organisasi yang bersifat sentralistik atau memiliki tingkat kepengurusan nasional, sebagian disebut Pengurus nasional, termasuk DPP PKDP.

Implikasi tersebut, diantaranya adalah munculnya kemandirian daerah dalam berorganisasi. Hampir semua kegiatan dan kebutuhan organisasi di daerah dapat dilakukan sendiri oleh pengurus di daerah.

Hal yang sama, sebut Amri Aziz juga sudah terlihat dalam dinamika hubungan antara DPP dengan DPW dan DPD PKDP.

Misalnya, dengan munculnya dinamika dan pertentangan antara DPP dengan DPW dalam melihat satu persoalan. Sebaliknya pola hubungan antara organisasi bawahan dengan lingkungan strategisnya di daerah malah semakin membaik.

Semangat berotonomi daerah telah membuat hubungan antara organisasi paguyuban dengan pimpinan daerah setempat semakin menguat. Hak ini menunjukan kewenangan mengatur lembaga dan organisasi daerah makin melekat dalam kewenangan kepala daerah setempat.

Terkait dengan itu, kata Amri Aziz, DPP PKDP harus pula menyesuaikan batas kewenangannya terhadap organisasi yang dipimpinnya.

Oleh sebab itu, tambah Amri pula, sebaiknya Mubes VI PKDP membahas usulan ini dan jika baik bagi organisasi ke depannya maka masukan dalam perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) DPP PKDP Indonesia.

Menurut Penasihat DPP Gebu Minang ini, kewenangan yang masih perlu dipertahankan dalam pola hubungan keorganisasian DPP dengan DPW dan seterusnya DPD PKDP adalah dalam hal penerbitan SK.

Sebab, sebagian organisasi, guna menghindari conflict of interes di daerah menerbitkan SK DPW dan DPD dari pusat. Tetapi pada saat ini, DPP PKDP hanya menerbitkan SK hanya sampai ke tingkat DPW saja.

Sementara untuk pengukuhan Pengurus DPW dan DPD PKDP sebaiknya dilakukan oleh Gubernur atau bupati dan walikota, sesuai dengan tupoksi kepala daerah sebagai pembina organisasi kemasyarakatan.

Sesuai dengan amanat Undang undang Ormas yang terbaru nomor 2 tahun 2017 yang merupakan penyempurnaan dari Undang undang nomor 17 tahun 2013 disebutkan bahwa organisasi kemasyarakatan adalah bersifat sukarela dan terdaftar di tingkatan masing masing seperti nasional, propinsi dan kabupaten kota.

Disebutkan juga di dalam Undang undang bahwa, kepengurusan ormas itu minimal 25 persen dari jumlah wilayah dan daerahnya. Misalnya, untuk tingkatan DPP minimal harus punya 25 persen dari total jumlah proponsi yang ada, demikian seterusnya.

Di dalam pasal 17 Undang undang itu juga ditegaskan kewajiban dari menteri, gubernur, bupati dan walikota untuk menerima atau menolak pendaftaran Ormas. Jika ormas berbadan hukum, maka akan langsung terdaftar di Kesbangpol setempat. Tetapi jika bukan berbadan hukum, maka harus memenuhi sejumlah persyaratan terlebih dahulu.

Dengan memahami semangat dan perintah Undang undang tentang Ormas ini, kata Amri Aziz, maka selayaknya DPP PKDP menyesuaikan batas kewenangannya kepada DPW dan DPD.

“Analoginya adalah, yang lebih dekat, lebih komunikatif dan tau siapa gubernur, walikota, bupati dan pak Camat setempat adalah kawan kawan di DPW dan DPD. Jadi sangat pantas jika kepengurusan DPW dan DPD dikukuhkan oleh Gubernur dan bupati walikota setempat,” ujar Amri lagi.

Selanjutnya, DPP PKDP juga memberikan kebebasan bagi para DPW dan DPD untuk membuat logo sesuai dengan daerahnya masing masing.

Sebab mustahil mempertahankan logo satu daerah dipasang di daerah lain, malah akan menjadi asing bagi daerah yang bersangkutan. “Sebagai perekat antara DPP,DPW dan DPD cukup dalam bentuk tulisan atau karakter nama PKDPnya saja. Soal nanti logo akan dipasang apa, silahkan saja daerah bersangkutan. Sebab logo itu mencerminkan daerah asal PKDP tersebut,” timpal anak Piaman kelahiran Padang Panjang ini.

Setelah sebagian urusan DPP diserahkan ke daerah, kata Amri Aziz, DPP PKDP bisa lebih tenang dan leluasa masuk dalam pergaulan nasionalnya dan lebih fokus mengejar target kerja nasuonal.

Namun Amri Aziz menambahkan pula bahwa gagasan ini baru bersifat usulan pribadi maka sebaiknya dikunyah kunyah dulu dalam rapat pembahasan terkait perubahan AD/ART.

“Jika memang dinilai baik, maka silahkan dimasukan dalam daftar pokok pokok pikiran yang akan dibahas pada rapat program kerja komisi untuk seterusnya diputuskan dalam rapat pleno di forum Mubes VI mendatang,” pungkas Amri Aziz mengakhiri.

Sementara itu, pembahasan tentang mekanisme penggabungan organisasi setingkat DPP PKDP sampai saat ini masih menjadi perdebatan hangat dan terkesan memanas di WAG DPP PKDP Indonesia.

Seperti diketahui, organisasi setingkat DPP PKDP Indonesia kini sudah bermunculan. Diantaranya adalah DPP Pakar pimpinan Haji Mahyuddin, IKO Paris pimpinan Bagindo Fahmi, FKMPI pimpinan Ajo Dewa dan satunya lagi mirip sangat dengan PKDP yakni DPP PKDP Mandiri.

Mengacu kepada hasil Rapimnas DPP PKDP sebelumnya di Hotel Balairung Jakarta disepakati bahwa akan dilakukan reposisi DPP PKDP sebagai payung organisasi ughang Piaman se Indonesia.

Artinya dengan posisi baru ini, tidak ada lagi organisasi ughang Piaman sempalan atau berlawanan dengan DPP PKDP, meski sebenarnya tidak ada larangan dan pembatasan dalam pendirian ormas, asalkan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. (*)

Awaluddin Awe

  • Bagikan
Exit mobile version