Cegah Terorisme dengan Berguru Agama yang Benar dan Cerdas Bermedia Sosial

  • Bagikan

RADIKALISME – Walikota Padang Panjang H. Fadly Amran BBA membuka secara resmi diskusi radikalisme dan terorisme di Padang Panjang, Rabu (19/8)

Padangpanjang, Harianindonesia.id – Sikap radikalisme yang berujung kepada bentuk kegiatan terorisme dapat diatasi dengan dua cara. Pertama, belajar agama Islam dengan guru dan cerdas dalam bermedia sosial.

Demikian rangkuman pendapat dari dua narasumber, Syofyan dan Devie Rahmawati, pada diskusi “Ngopi Coi” (Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia) yang bertajuk Indonesia adalah Kita, diselenggarakan Forum koordinasi pencegahan terorisme (FKPT) Sumbar bidang media massa, hukum dan humas bekerjasama dengan Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) di Minang Fantasi (Mifan) Padang Panjang, Rabu (19/8).

Diskusi yang juga pelibatan masyarakat dalam pencegahan terorisme ini dibuka secara resmi oleh Walikota Padang Panjang H. Fadly Amran BBA, dihadiri Ketua DPRD mardinsyah dan segenap Forkopimda Kota Padang Panjang.

Wako Fadly Amran mengapresiasi kegiatan FKPT yang kedua kalinya di Padang Panjang. Dia mengharapkan kegiatan ini bisa menambah wawasan masyarakat tentang radialisme dan terorisme, sekaligus mendapatkan pemahaman yang benar tentang hal tersebut.

Menurut Ketua Panitia pelaksana H. Heranof Firdaus kegiatan ini diikuti 75 peserta terdiri dari unsur camat, lurah, mahasiwa dan wartawan.

Kegiatan ini, kata Ketua FKPT Sumbar Drs Zaim Rais, MA, bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang upaya dan pencegahan terorisme.

Berguru Agama kepada yang Benar

Diskusi yang dipandu presenter Radio Bahana FM Padang Panjang tersebut berhasil memunculkan akar permasalahan berkembangnya radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Menurut Syofyan, mantan anggota teroris Indonesia yang berasal dari anggota Polri tetapi sudah tobat, tindakan radikalisme pada intinya terbentuk oleh pemahaman yang terbatas tentang apa yang dimaksud dengan jihad.

Banyak teroris di Indonesia, sebut Syofyan, tidak mendapatkan pengajaran yang benar tentang jihad, sehingga gampang disulut dan diajak untuk berbuat anarkis.

Padahal, kata Syofyan, tindakan jihad yang sebenarnya tidak memperbolehkan keluarnya darah dari seorang muslim. Namun dalam kenyataannya banyak aksi jihad di Indonesia justru memakan korban umat muslim.

Oleh sebab itu Syofyan menegaskan radikalisme dan terorisme hanya dapat diatasi dengan cara belajar agama yang benar dengan guru yang tepat. Sebab hanya dengan guru yang benar kita bisa mengetahui makna kata Jihad di dalam Al-Quran.

Menanggapi pertanyaan peserta diskusi Syofyan membantah bahwa isu radikalisme dan terorisme sengaja dipelihara untuk kepentingan tertentu. Menurut dia, sinyalemen tersebut benar pernah terjadi pada era 80 -an sebagai kepentingan politik pada saat itu.

Tetapi sejak era 1990 an ke bawah, sebut Syofyan, gerakan radikalisme dan terorisme memang tumbuh di tengah masyarakat.

Cerdas Bermedsos

Sementara itu pembicara asal Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menyatakan radikalisme bisa ditekan dengan cara cerdas menggunakan media sosial. Sebab radikalisme tumbuh dan berkembang juga dari media sosial.

Menurut Devie, perkembangan media sosial saat ini sudah mencapai tahap sangat mengkuatirkan. Sebab tidak ada saringan dalam memberitakan suatu peristiwa.

“Sekarang semua orang menjadi wartawan dan dengan cepat bisa mempublikasikan satu peristiwa tanpa adanya kontrol apakah berita itu layak atau tidak, sehingga informasi yang tersebar cenderung memengaruhi sikap masyarakat,” papar Devie.

Sebagai ilustrasi Devie menyebut dalam konten medsos sering terlihat publik cenderung terpengaruh jika konten itu berisi foto dan narasi dari tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh lainnya, dengan gampang saja menshare konten tersebut ke grup yang dimilikinya tanpa melakukan croschek apakah konten tersebut benar atau tidak.

Padahal, konten tersebut belum tentu berasal dari tokoh tersebut dan isinya belum tentu benar.

Oleh sebab itu, Devie mengingatkan masyarakat agar cerdas dan selektif dalam menggunakan media sosial. “Jangan asal main share saja tetapi pelajari terlebih dahulu isinya, baru share,” katanya.

Devie sependapat dengan pandangan Syofyan yang mantan teroris, agar belajar agama dengan guru yang benar supaya cara pandangnya juga menjadi benar dalam melihat suatu persoalan.

Sementara itu Heranof Firdaus yang tampil sebagai pembicara bersama Devie dan Syofyan menambahkan, perkembangan media sosial memang jauh lebih cepat dibandingkan media maindstream.

“Media maindstream memang tidak mampu mengimbangi kecepatan media sosial dalam hal memproduksi jumlah dan kualitas pemberitaan, sehingga posisi media maindstream tidak bisa lagi memengaruhi perilaku publik,” ujar Ketua PWI Sumbar ini.

(awe)

  • Bagikan
Exit mobile version