Ahmad Doli: “FY Seperti Predator Dalam Kasus Novanto”

  • Bagikan

JAKARTA, harianindonesia.id – Argumentasi yang digambarkan kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi mendapat komentar pedas dari inisiator Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia. Dia menilai, pernyataan tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.

“FY (Fredrich Yunadi) itu orang lahir dan besar di mana ya? Dia seperti orang yang telat melihat realitas perkembangan demokrasi di Indonesia,” ujarnya seperti dilansir dari JawaPos.com, Senin (13/11)

Menurut Doli, cara pandang Fredrich seperti pada cerita dongeng sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang zalim. Fredrich seperti berada pada era menguatnya kekuasaan fasisme di belahan dunia lain sebelumnya.

Fredrich, kata Doli, seolah seperti serdadu yang ditugasi untuk menghabisi lawan-lawan politik dan rakyat yang tidak patuh dengan tuannya. “Juga seperti ‘predator’ tiba-tiba muncul dari planet lain, tanpa ba..bi..bu.., nggak paham di mana tempat berpijak, main tembak sana, tembak sini, membuat kegaduhan,” tegas Doli.

Pernyataan Fredrich yang disampaikan di DPP Partai Golkar kemarin, menurutnya, bukan hanya tertuju kepada pimpinan KPK. “Wakil Presiden pun diserang dan seenaknya pula mau menarik-narik polisi, TNI, dan bahkan presiden untuk melindungi SN (Setya Novanto)” pungkas Doli.

Sebelumnya, kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengikuti aturan hukum dan undang-undang yang ada. Terutama Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Fredrich menjelaskan, pada UUD 1945 Pasal 21 a ayat 3 disebutkan bahwa anggota dewan mempunyai hak imunitas. Jadi dalam hal ini menurutnya, berarti tidak ada seorang pun yang bisa memanggil dan memeriksa Ketua DPR, dalam hal ini Setya Novanto. Apalagi dituntut di pengadilan.

“Jadi kalau ada yang bilang KPK itu lex specialis, ya harus tetap mengikuti hirarki perundang-undangan, yang paling tinggi UUD. Sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 itu harus tunduk dan mengikuti dan tidak bertentangan dengan UUD,” tuturnya usai mendampingi Novanto di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Minggu (12/11).

Jika merujuk UU MD3, lanjut dia, setiap anggota DPR mempunyai hak imunitas. Artinya, setiap anggota dewan itu tidak bisa diperiksa ketika sedang menjalani tugasnya.

Begitu pun kalau dikaitkan dengan putusan MK Nomor 76. Di sana menjelaskan bahwa sebagaimana membatalkan UU MD3 Pasal 245 ayat 1 dan 225 ayat 1 sampai ayat 5, dikatakan bahwa ketika anggota dewan menjalankan tugas, izin pemeriksaan wajib dimintakan ke presiden.

“Kalau sekarang kami mendapatkan SPDP dan lain sebagainya itu jelas melecehkan hukum dan UUD 45, dan barang siapa melecehkan UUD, dia tidak berhak menjadi warga Indonesia, itu yang saya tegaskan,” lugas Fredrich.

Jadi apapun langkah yang diambil, menurut dia, pihaknya akan tetap jalan berdasarkan aturan perundang-undangan dan hukum yang berlaku.

“Kita berdasarkan hukum, kalau mereka ada pihak-pihak tertentu mengklaim dirinya, tidak patuh kepada UUD, sebaiknya mereka itu keluar dari Indonesia, jangan jadi warga Indonesia,” pungkas Fredrich.(Doni)

  • Bagikan
Exit mobile version