TAMA S Langkun Khawatirkan Netralitas Aparat Negara di Pilpres 2024, Terkait Keberpihakan Putusan MK

  • Bagikan

TAMA S Langkun, juru bicara TPN Ganjar-Mahfud khawatir dengan netralitas pejabat negara di Pemilu 2024. Hal itu disampaikan pada diskusi yang digelar Media Centre TPN Ganjar-Mahfud, di Jakarta, Senin (23/10/2023). (Foto : kredit MC TPNGM)

JAKARTA, HARIANINDONESIA.ID

Juru Bicara (Jubir) Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar – Mahfud, Tama S Langkun, menyampaikan kekhawatiran terhadap netralitas aparat negara pada Pemilu 2024. Alasannya terkait dengan Keputusan aneh Mahkamah Konstitusi tentang syarat usia minimal Capres Cawapres.

Dalam keputusan ini, MK bermain standar ganda. Pertama menolak keputusan perubahan usia minimal 40 tahun, tetapi kedua, membolehkan kepala daerah berusia dibawah 40 tahun ikut menjadi capres dan cawapres.

Atas keputusan ini kemudian putra sulung Joko Widodo mulus menjadi bakal calon Wapresnya Prabowo Subianto.

“Atas kondisi itu, saya khawatirkan netralitas para aparat negara di Pemili 2024 nanti. Tetapi kami tetap mengimbau pasca putusan ini aparat negara bisa menjaga netralitas. Semoga keanehan putusan hanya terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) dan tidak terjadi di lembaga negara lainnya,” kata Tama S Langkun dalam Acara Diskusi Media bertema MK dan Netralitas Aparat Negara 2024 yang digelar Media Center TPN Ganjar-Mahfud, di Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 23 Oktober 2023 malam.

Tama berpendapat, bahwa kalangan ASN dia yakini bisa bersikap netral. Sebab tidak terkait langsung dengan proses jadinya calon capres dan cawapres yang dibidani kelahirannya oleh keputusan MK tersebut.

Tetapi Tama, mengkhawatirkan para pejabat-pejabat di atasnya. Sebab mereka berhubungan langsung dengan pihak terkait dengan calon atau langsung dengan calon bersangkutan.

Untuk itu, Tama mengimbau kepada penyelenggara Pemilu agar mengingatkan netralitas pejabat negara ini sehingga Pemilu bisa berjalan bersih, transparan dan akuntabel.

Terkait dengan putusan yang dibacakan Mahkamah Konstitusi (MK) Senin 23 Oktober 2023, soal gugatan batas usia 70 tahun, dirinya bersyukur hasil putusannya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebelumnya.

Meskipun, kata Tama, Putusan MK sebelumya, yakni Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 agak aneh. Pertama adalah soal legal standing penggugat. Ketimbang dulu, sekarang syarat legal standing semakin ketat.

“Namun sayangnya syarat legal standing ini hilang dalam Putusan 90/PUU-XXI/ 2023,” kata Tama.

Kemudian, kata Tama, soal bertambahnya norma. Yakni kata-kata atau sedang dan pernah menjabat jabatan yang dipilih publik.

“MK boleh membatalkan tapi tidak bisa menambahkan normal,” kata mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama.

Menurut Tama, harus ada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang dirumuskan DPR dan pemerintah.

“Faktanya hanya surat pemberitahuan harus menaati keputusan MK. Seakan itu menggenapi apa yang sudah diputuskan di putusan MK,” kata dia.

Tama mengatakan, kalau saat ini ada yang mencoba membangun opini seakan akan putusan MK ini untuk anak muda, faktanya soal anak muda tidak ada disebut dalam keputusan. (*)

Awaluddin Awe

  • Bagikan
Exit mobile version