Ikut Meriahkan Kirab Budaya Nitilaku UGM, Ganjar Kenakan Pakaian Adat Dayak

  • Bagikan

Capres NU-3 yang juga alumnus UGM, Ganjar Pranowo ikut bersama para alumni UGM memeriahkan Kirab Budaya Nitilaku di Yogyakarta, Minggu (17/12). Pada kirab ini Ganjar mengenakan pakaian Adat Dayak. (Foto : media center TPNGM)

Yogyakarta, HARIANINDINESIA.ID – Capres Ganjar Pranowo ikut memeriahkan Kirab Budaya Nitilaku (KIN) Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dengan mengenakan Pakaian Adat Dayat, Minggu (17/12).

Nitilaku merupakan peringatan menyambut Dies Natalis ke-74 dari kampus berjuluk Kampus Biru tersebut. Nitilaku tahun ini pun mengambil tema Kenduri Kebangsaan Merajut Tenun Ke-Indonesiaan.

Ganjar mengungkapkan alasannya mengenakan pakaian adat Dayak untuk menunjukkan keberagaman kebudayaan Nusantara. Ganjar juga menyebut dipilihnya pakaian Dayak lantaran baru mengunjungi Kalimantan beberapa waktu lalu.

Capres berambut putih itu tampak nyentrik mengenakan vest hitam motif Dayak, topi khas Dayak dan celana krem dengan sneakers hitam putih.

“Ini baju Dayak. Karena saya punya banyak sekali (baju adat) kan harus dipakai satu, karena kemarin pas dari Kalimantan. Lihat, panjang,” ujar Ganjar di UGM.

Ganjar menambahkan, banyak pakaian adat yang digunakan saat Nitilaku menggambarkan betapa kayanya budaya Indonesia.

“Temanya jadul dan baju adat, Nusantara. Baju adat Nusantara. Ini ada dari Madura, ini Cirebon, ini dari NTT, ini dari Tapanuli,” jelas Ganjar.

Pada kesempatan itu, Ganjar turut menyampaikan pentingnya acara Nitilaku UGM untuk mengingatkan masyarakat akan nilai sejarah dan ajaran para guru dan leluhur.

Nitilaku, kata Ganjar, juga menjadi ajang penegasan bahwa sinergitas antara kampus, keraton dan kampung akan terus berjalan beriringan untuk memanfaatkan potensi yang ada.

“Selalu ingat sejarah, selalu ingat pesan guru-guru kita karena kita pernah belajar di sini. Yang unik di sini itu kampus itu bersatu dengan kampung dan itu dimulai dari keraton. Jadi kita tidak pernah melupakan sejarah kita biar kita menjadi orang yang belajar untuk selalu bijaksana,” kata Ganjar.

Lebih lanjut Siti Uswatun, peserta Nitilaku dari Fakultas Kehutanan UGM menyampaikan kesenangannya atas keikutsertaan Ganjar di Nitilaku 2023.

“Ya senang, kebetulan ada Pak Ganjar juga di sini sebagai Ketua KAGAMA di UGM,” ucap Uswatun.

Uswatun sendiri tampak mengenakan pakaian yang didesain khusus menyerupai garuda. Dia menilai, garuda merupakan lambang negara Indonesia yang kokoh dan gagah.

Dia juga menyerukan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa yang harus tetap dijaga oleh seluruh rakyat Indonesia.

“Saya pakai garuda jelas karena gagah ya, biar Indonesia tetap gagah perkasa, UGM juga tetap maju. Kemudian walaupun kita berbeda-beda tapi tetap satu Bhinneka Tunggal Ika,” jelas Uswatun.

Nilai Kerakyatan

Ganjar yang merupakan lulusan Fakultas Hukum UGM itu mengatakan, Nitilaku menjadi wujud nilai-nilai kerakyatan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada, baik yang ada di Kampus Biru maupun di masyarakat.

Nitilaku juga turut diselenggarakan oleh Keluarga Alumni Gadjah Mada (KAGAMA), di mana Ganjar menjabat sebagai Ketua Umum. Namun saat ini Ganjar mengaku sedang cuti dari jabatannya sebagai Ketua Umum KAGAMA.

Meski demikian, Ganjar tetap mengikuti Nitilaku sebagai bentuk dukungan penuh atas terwujudnya sinergitas antara kampus, pemerintah dan rakyat dalam memaksimalkan segala potensi yang ada.

“Tentu ini seluruh Indonesia pengda-pengda berkumpul dan banyak selalu ide-ide yang muncul. Cuma karena saya memang posisinya sebagai ketua umum sedang cuti, jadi urusan formalnya ditangani teman-teman. Saya ikut mangayubagyo (menyambut bahagia) yang Nitilaku. Selalu menyenangkan,” kata Ganjar.

Sejak tahun 2012, Nitilaku dipahami sebagai kegiatan kultural historis dalam bentuk pawai sebagai simbol sejarah berdirinya Universitas Gadjah Mada. Para peserta Nitilaku mengenakan pakaian adat nusantara dari Sabang sampai Merauke.

Nitilaku tahun ini dilakukan dengan kirab budaya dari para peserta dengan mengitari UGM. Titik awal kirab dimulai dari Bundaran UGM hingga finish di Balairung UGM.

Nitilaku pun kini bertransformasi menjadi peristiwa budaya yang terus mensinergikan potensi UGM, masyarakat, komunitas, swasta dan pemerintah, dengan menonjolkan unsur-unsur sejarah perjuangan dan kebangsaan. (*)

Awaluddin Awe

  • Bagikan
Exit mobile version