DPR Pertanyakan Anggaran Rp405 Triliun untuk Menangani COVID -19

  • Bagikan

Jakarta, Harianindonesia.id ‐ Kasus Corona mulai menebar kecurigaan. Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan sumber tambahan alokasi belanja dan pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp405,1 triliun yang akan digelontorkan pemerintahan Presiden Jokowi untuk menangani virus corona.

Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie OFP mengatakan sumber dana harus diperjelas. Kejelasan diperlukan agar publik bisa mendapatkan gambaran secara utuh. 

Misalnya, jika menggunakan dana abadi, maka berapa pemerintah akan mengambil simpanan uang tersebut untuk penanganan virus corona.

“Perlu diberikan gambaran berapa nilai maksimalnya. Kemudian jika utang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 perlu diperjelas juga,” ungkap Dolfie melalui video conference, Senin (6/4) seperti dikutip CNNIndonesia.6com

Selain itu mempertanyakan asal uang, agar virus corona tak membebani kondisi keuangan negara, ia juga mengusulkan agar pemerintah merestrukturisasi kewajiban utang mereka yang jatuh tempo dalam waktu dekat. Upaya tersebut diharapkan bisa mengurangi beban dalam pembiayaan utang seiring dengan meningkatnya belanja pemerintah untuk menanggulangi virus corona.

“Apakah bisa direstrukturisasi, entah ditunda dulu. Jadi mengurangi beban di pembiayaan utang,” terang dia.

Senada, Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun menyatakan pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) perlu menyamakan persepsi terkait sumber dana yang dibutuhkan untuk meredam dampak virus corona di dalam negeri.

“Perlu samakan pendapat, kalau saya bilang jangan gangu cadangan devisa tapi harus cetak uang baru. Intinya harus sama persepsinya,” ujar Misbakhun.

Ia mengakui, jika kebijakan tersebut dibuat nantinya, inflasi akan melonjak. Namun, Misbakhun menyatakan hal itu lebih baik ketimbang mengorbankan cadangan devisa yang jumlahnya semakin turun beberapa waktu terakhir.

“BI cetak uang baru dampaknya ke capital outflowdan inflasi. Kalau inflasi 15 persen itu tetap lebih baik,” imbuhnya.

Diketahui, BI mencatat posisi cadangan devisa RI sebesar US$130,4 miliar hingga akhir Februari 2020. Angka ini turun dibandingkan bulan sebelumnya, yakni US$131,7 miliar.

Direktur Eksekutif BI Onny Widjanarko menyebut posisi cadangan devisa Februari 2020 tetap tinggi, meski sedikit lebih rendah dari akhir Januari 2020.

“Posisi cadangan devisa itu setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor,” kata Onny.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sengaja menambah alokasi ratusan triliun dalam APBN 2020 demi mengurangi dampak virus corona di dalam negeri.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

APBN Tekor

Pada kesempatan terpisah,  Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan penyebaran wabah virus corona yang terjadi belakangan ini berpotensi menggerus pendapatan negara. Karena penurunan pendapatan tersebut, defisit APBN 2020 diperkirakan akan membengkak menjadi Rp853 triliun atau 5,07 persen dari PDB.

Berdasarkan proyeksi yang dibuat Kementerian Keuangan, pendapatan negara yang dalam APBN 2020 diproyeksikan bisa mencapai Rp1.760,9 triliun akan turun sampai dengan 10 persen akibat wabah tersebut. Penurunan dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya, pelemahan pendapatan di sektor perpajakan.

Selain itu penurunan pendapatan juga dipicu oleh pemberian berbagai macam fasilitas perpajakan bagi dunia usaha supaya mereka bisa terlepas dari tekanan dampak virus corona. 

“Bea cukai juga diproyeksi pendapatannya turun  2,2 persen dengan perhitungkan stimulus pembebasan bea masuk untuk 10 industri atau 19 industri,” katanya Senin (6/4).

Selain dipicu faktor tersebut penurunan juga dipicu oleh pelemahan harga minyak dunia belakangan ini. Pelemahan tersebut kata Sri Mulyani berpotensi menekan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai dengan 26,5 persen.

Celakanya, di tengah penurunan pendapatan tersebut, belanja pemerintah berpotensi membengkak. Pembengkakan dipicu oleh peningkatan belanja kesehatan, bantuan sosial, dan insentif dunia usaha.

Sri Mulyani mengatakan virus corona telah membuat Presiden Jokowi memerintahkan kepadanya untuk menggelontorkan dana Rp75 triliun untuk belanja kesehatan supaya wabah tersebut bisa segera ditangani.

Selain itu, Jokowi juga telah menginstruksikan kepada Kementerian Keuangan untuk menggelontorkan bantuan sosial Rp110 triliun dan insentif bagi dunia usaha sebesar Rp70 triliun. 

“Kebutuhan untuk segera meningkatkan kesiapan sektor kesehatan dan pemberian perlindungan sosial bagi mereka yg terdampak kebijakan social distancing dan  berbagai pembatasan mobilitas butuh jaminan sosial yang harus ditingkatkan, juga kebutuhan untuk melindungi dunia usaha sebabkan kenaikan,” katanya

Dengan perhitungan tersebut, Sri Mulyani mengatakan belanja negara akan meningkat dari Rp2.540 triliun menjadi Rp2.613 triliun.

(awe)

  • Bagikan
Exit mobile version