DPR : Bongkar Mark-up Penjahat Kerah Putih Leasing Pesawat

  • Bagikan

Evita Nursanty

Jakarta – Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, Garuda Indonesia bisa belajar dari maskapai penerbangan milik Thailand, Thai Airways (TG). Kedua maskapai penerbangan ini memiliki masalah, namun dalam proses penyelesaiannya kedua maskapai ini memiliki perbedaan. Seperti diketahui Garuda Indonesia terancam pailit dengan beban utang mencapai Rp 70 triliun

Dikemukakan Dahlan Iskan, strategi penyelamatan Thai Airways dibahas dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) negara setempat untuk melakukan persidangan. Thai Airways sudah membuat keputusan.
membawa masalahnya ke PKPU-nya Thailand.

Sidang-sidangnya sudah berlangsung, sudah pula siap diputuskan, tapi para kreditor masih menyusulkan pendapat. Usai kreditor memberikan pendapat usulan, PKPU menyetujui untuk mendengarkan hal tersebut. Berbeda dengan GIA, menurut Dahlan ,nasib Garuda mengambang karena belum ada putusan pemerintah terhadap kondisi maskapai pelat merah ini.

“Pemerintah Thailand sudah keputusan final, tidak mau lagi menginjeksi maskapai penerbangannya. Bahkan tiga tahun lalu pemerintah sudah memutuskan tidak mau lagi menjadi pemegang saham mayoritas.
Dilakukanlah divestasi dari 51% ke 47,8%.
Sementara Garuda melayang-layang seperti benang layangan putus,” ujar Dahlan. Dengan divestasi itu pemerintah mengeluarkan Thai Airways (TG) dari daftar BUMN-nya. Divestasi itu dilakukan dengan cepat. Saat status TG diubah, perusahaan melantai ke pasar modal. Dahlan menyebutkan, tidak rumit mendivestasi saham di pasar modal.

“Utang TG memang sangat besar, juga sebesar gajah bengkak. Bengkaknya mencapai sekitar Rp100 triliun. Lebih besar dari GIA yang Rp 70 triliun.

Sementara itu Komisi VI DPR meminta penegak hukum melakukan pengusutan dugaan mark up atas leasing pesawat Garuda Indonesia yang menyebabkan kerugian perseroan saat ini.

Menurut anggota Komisi VI Evita Nursanty, pengusutan harus dilakukan terhadap semua mantan direksi Garuda Indonesia yang harusnya bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.

“Hukum harus ditegakkan bagi para “penjahat kerah putih” yang telah melakukan mark-up atas leasing pesawat sehingga menyebabkan kerugian Garuda. Ini harus dibongkar, sehingga ketahuan siapa yang menikmati adanya mark up itu,” ujar Evita Nursanty, Rabu (27/10/2021).

Dikemukan Evita, lessor yang terbukti melakukan mark up berarti melanggar business ethic and law , sehingga Garuda Indonesia pantas untuk melakukan renegosiasi ulang dan kalau perlu dengan ancaman untuk mensuspen seluruh kewajiban Garuda terhadap lessor yang terbukti melakukan mark up. Mengenai solusi bagi penyehatan Garuda, Evita mengatakan, selalu mengingat kesejarahan Garuda Indonesia sebagai flag carrier dan membela kepentingan karyawan maskapai penerbangan dan terus mencari solusi bagi penyehatan Garuda.

“Kita tegaskan membela karyawan dan menindak para eksekutif Garuda yang telah menyalahgunakan kewenangan dengan melakukan kongkalikong dengan lessor tertentu,” ucap Evita seraya mengingatkan kasus dugaan adanya mark up yang melibatkan Dirut Garuda dan pihak rekanan asing ditangani KPK dalam kasus pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia (Persero) periode 2004-2015 yang menunjukkan ada pihak-pihak tertentu yang berorientasi pada keuntungan pribadi.

Pelita gantikan Garuda

Sementara kabar Pelita Air Service (PAS) menggantikan Garuda Indonesia menyeruak kepermukaan usai Kementerian BUMN dan PT Pertamina (Persero) sebagai pemegang saham menetapkan Albert Burhan sebagai Direktur Utama PAS.

Pelita Air yang disebut-sebut bakal menggantikan posisi Garuda, menurut konfirmasi yang diperoleh Bisnis Bandung.com, Minggu (24/10/2021) mewngungkapkan , bahwa pihak Kemenhub belum tahu mengenai Pelita bakal mengambil ambil Garuda Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menanggapi kabar Pelita Air Services (PAS).

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto menegaskan, pihaknya belum menerima kabar tersebut. “Belum ada sampai ke sana (ambil alih rute penerbangan domestik Garuda), setahu kita begitu,” ujar Novie. Pelita Air saat ini masih mengurusan sejumlah perizinan penerbangan. Mulai dari perizinan Badan Usaha Utang Udara Berjadwal, hingga proses memasukkan Airbus 320 sebagai armada perusahaan.

“Dari kami, mereka kan baru masuk di perizinan untuk BUAO atau Badan Usaha Utang Udara Berjadwal, terus proses untuk memasukkan Airbus 320 di dalam armadanya, otomatis nanti EOC-nya (Emergency Operation Center) berubah 2121,” tutur Novie.

Ditambahkan Novie , Pelita Air Service (PAS) tengah menyiapkan beberapa langkah antisipasi rencana menggantikan rute penerbangan domestik PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Pengalihan bisnis itu sejalan dengan opsi pailit yang ditawarkan Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas Garuda Indonesia. / Rif

  • Bagikan
Exit mobile version