Cerita 8 Sepeda Edhy Prabowo Disita KPK

  • Bagikan

Edhy Prabowo Dan Prabowo Subianto (Foto: Facebook/Tb Ardi Januar)

JAKARTA – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengklaim delapan sepeda Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak berkaitan dengan kasus suap izin ekspor benih lobster yang menjerat dirinya.

Hal tersebut disampaikan Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan di KPK pada Kamis (3/12/2020). Edhy diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

“Saya beli sepeda waktu di Amerika. Ya, maksud Anda kan sepeda yang di rumah saya. Yang disita sama penyidik. Tidak ada hubungannya (dengan kasus),” ucap Edhy di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (3/12/2020).

Edhy Prabowo mengaku dicecar tim penyidik KPK soal barang mewah yang dibelinya sewaktu mengunjungi Hawaii, AS. Sebagaimana diketahui KPK telah menyita semua barang tersebut.

Barang-barang mewah itu di antaranya, sepeda merek Specialized tipe S-Works Roubaix, tas merek LV, tas merek Hermes, baju Old Navy, jam merek Rolex, jam Jacob n Co, tas koper Tumi, dan tas koper LV.

“Saya dikonfrontasi dengan bukti-bukti, itu saya akuin semuanya. Barang-barang yang saya belanjain di Amerika. Baju, apa, semuanya,” tutur Edhy.

Diberitakan sebelumnya, tim penyidik KPK mengamankan uang senilai Rp4 miliar dan 8 unit sepeda yang diduga dibeli menggunakan uang suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur.

Sejumlah barang itu diamankan tim penyidik saat menggeledah rumah dinas mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Rabu (2/12/2020).

“Rabu (2/12) tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah jabatan menteri kelautan dan perikanan di jalan Widya Chandra V Jakarta,” kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Kamis (3/12/2020).

Selain uang dan sepeda, tim penyidik juga turut mengamankan sejumlah dokumen terkait perkara serta barang bukti elektronik.

SIMAK JUGA :  Novanto Tahanan, Wakil Ketua KPK :Terima Kasih Polri

Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT Aero Citra Kargo bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo. Salah satunya ialah untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, AS.

Ia diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.

Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.

Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.

De Bastian

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *