Para Pelaku Cyber Crime Resah Hadapi Daftar Ulang Kartu Prabayar

  • Bagikan

Oleh Prof Henri Subiakto

Diakui atau tidak, selama ini dunia digital Indonesia banyak diwarnai
dengan kejahatan.

Ada penipu ngaku
jadi “mama minta pulsa”.

Ada SMS
minta transfer uang, atau menagih kontrakkan.

Ada tipuan undian berhadiah.

Ada gendam lewat telepon.

Bahkan belakangan ada juga sindikat bayaran untuk penyebaran hoax, dan ujaran kebencian.

Sepertinya sekarang
kejahatan cyber sudah menjadi profesi
bagi sebagian masyarakat tertentu.

Sedikit banyak semua itu mudah terjadi dan para pelaku merasa sulit
dilacak, karena nomer telepon yang
mereka gunakan sebagai alat kejahatan adalah nomer tanpa identitas yang benar.

Berbekal SIM
Card yg bisa dibeli dengan murah dan
gampang, serta bisa dipakai kejahatan
kemudian langsung dibuang, dan
besoknya beli lagi.

Kalau cyberpun menjadi marak. Hoax dan penyebaran kebencianpun diproduksi
oleh orang orang jahat dengan sembunyi dalam Anonimitas.

Adanya program pemerintah
mewajibkan daftar ulang dengan identitas yang tunggal berdasar data
eKTP tentu membuat resah dan
mengkhawatirkan mereka.

Dengan program daftar ulang ini, berarti siapa menipu dan nyebarin hate speech akan lebih mudah terdeteksi. Program ini juga membuat orang tidak bebas lagi ganti ganti nomer telpon karena ada pembatasan. Berarti identitas dituntut jadi makin jelas. Peluang
melakukan kejahatan jadi menyempit.

Maka tak heran kalau program untuk keamanan pengguna telpon ini
mereka tentang habis habisan dengan berbagai cara.

Karena Program daftar
ulang dengan validasi identitas ini pasti akan merugikan secara politik
dan ekonomi bagi para pelaku kejahatan tersebut.

Itulah kemudian
menjadi tak aneh kalau mereka lalu membuat hoax macam macam untuk menggagalkan.
Ada hoax yang menakut nakuti masyarakat seakan dengan registrasi
ini akan dikriminalisasi dg UU ITE.

SIMAK JUGA :  Membaca Strategi Negara Penghasil Minyak : OPEC Alami Lost US$300 Miliar (Part II)

Ada hoax yg mengatakan program ini untuk mencuri data pribadi, padahal yg diminta cuma nomer NIK dan Nomer
KK. Hingga ada hoax yg berisi tuduhan politik dikaitkan dengan pilpres 2019.

Yang ujung ujungnya mengajak masyarakat untuk menolak daftar ulang.

Lewat penyebaran hoax yang massif, mereka berharap masyarakat bisa percaya, dan program daftar ulang
nomer telpon akan gagal. Kalau gagal berarti mereka akan tetap bisa menipu dan bisa pula terus nyebarin hoax dan
ujaran kebencian. Apakah keadaan penuh tipu daya dan fitnah ini akan kita biarkan?

Padahal sistem identitas tunggal yang terintegrasi dengan layanan publik
dan keamanan, merupakan cita cita lama yg sudah diprogramkan sejak pemerintahan sebelumnya. Hanya
karena ada hambatan eKTP program ini tertunda, dan baru sekarang diwujudkan.

Akankah kita masyarakat akan tunduk dan mengikuti kemauan para
produsen hoax dan pelaku cyber rime?

Tentu tidak. Mereka harus kita lawan. Dengan cara, tetap ikut
mendaftarkan nomor kartu telepon kita. Supaya nomer kita tetap bisa kita pakai, masyarakat menjadi makin tertib dan aman, Indonesia makin
bersih dari kejahatan siber.

Yuk kita dukung keamanan negara
dengan mengikuti daftar ulang serta tidak mempercayai Hoax. Indonesia tidak akan maju dan sejahtera jika
masyarakatnya hanya disibukkan dengan hoax, hasutan dan penipuan.
Saatnya kita wujudkan sistem data kependudukan yang lengkap, terintegrasi sehingga memudahkan
peningkatan pelayanan dan keamanan.

Penulis
Staf Ahli Menkoinfo Bidang Hukum.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *