Menyingkap Kisah Fir’aun, Haman dan Qarun

  • Bagikan

Oleh Wardas Tanjung)*

PADANG,Harianindonesia.id – Dalam Al-Quran ada tokoh tiga serangkai yang sangat berpengaruh di masanya, yaitu Fir’aun, Haman dan Qarun. Para ahli sejarah berpendapat masa itu terjadi antara tahun 1304-1237 SM. Di masa itu pula Musa diutus oleh Allah menjadi Nabi untuk mengajak kaum Bani Israil bertuhan kepada Allah.

Kisah Nabi Musa menghadapi tokoh tiga serangkai ini sangat menarik, karena mencakup banyak hal seperti akidah, politik pemerintahan dan perekonomian umat. Mereka melakoni perannya masing-masing dengan amat angkuh dan sombong. Maka akhir dari kisah ini adalah ketidakberdayaan dan kehancuran total. Fir’aun dan Haman tenggelam di laut merah sedangkan Qarun dibenamkan ke perut bumi.

Tokoh Tiga Serangkai

Fir’aun adalah sebutan bagi raja-raja Mesir di zaman purbakala. Fir’aun di masa Nabi Musa adalah Ramses II yang hidup antara tahun 1304-1237 SM. Ahli sejarah ada yang mengatakan Ramses II merupakan raja yang baik. Konon ia selalu menyeru rakyatnya untuk berbuat baik dan berlaku adil. Fir’aun yang kejam adalah anak Ramses II, namanya Marneptah (Mineptah). Mineptah-lah yang mengaku dirinya sebagai tuhan dan berlaku kejam kepada rakyat.

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang Fir’aun mana yang ditenggelamkan Allah saat mengejar Musa di laut merah. Ada yang berpendapat Ramses II, ada yang berpendapat Mineptah, tapi ada juga yang berpendapat Thutmose II, seperti diungkapkan oleh sejarawan Gardiner.

Tulisan ini tidak akan memperdebatkan hal itu, tapi fokus kepada seorang raja Mesir yang sombong dengan sebutan Fir’aun dan menantang kenabian Musa AS.

Selanjutnya Haman, namanya ditemukan dalam al-Quran sebanyak enam kali, masing-masing dalam Q.S. al-Qashash : 6, 8, dan 38, al-Mukmin : 36 dan 37, serta al-Ankabut : 39. Tapi para ahli sejarah memperdebatkan itu, karena nama Haman tidak terrcantum dalam kitab kitab sebelumnya (Taurat, Zabur dan Injil). Belakangan diketahui, bahwa nama Haman tercantum dalam bab-bab terakhir Perjanjian Lama sebagai pembantu raja-raja Babilonia yang hidup kira-kira 1.100 tahun setelah Nabi Musa.

Nama Haman juga ditemukan dalam heliograf prasasti “Batu Rosetta” tahun 1799 melalui penelitian seorang arkeolog Perancis, bernama Morris. Sekitar tahun 1882 Morris yang melanjutkan penelitiannya terhadap heliograf tersebut, kaget, karena disana tercantum nama Haman sebagai seorang Kepala Urusan istana kerajaan Fir’aun. Morris juga menemukan keterangan bahwa Haman merupakan orang yang sangat dipercayai Fir’aun, sampai sampai Fir’aun belum akan mengambil kebijakan/keputusan sebelum ada titah /pendapat dari Haman.

Mungkin itu pula sebabnya mengapa Fir’aun memberikan semua jabatan strategis kepada Haman, mulai dari kepala Istana, pengatur dan pengendali infrastruktur, panglima perang, pengendali stabilitas keamanan, penasehat Fir’aun, dan pengontrol ucapan para pengeritik kerajaan.

Menurut Morris, posisi-posisi strategis itu diberikan Fir’aun kepada Haman, karena ternyata dia seorang yang sangat cerdas dan berilmu tinggi. Pada masa itu tidak ada orang hebat yang bisa menandinginya.

Sedangkan Qarun, seperti sudah banyak diketahui umum, adalah sosok orang yang pada awalnya sangat miskin yang kemudian menjadi kaya raya. Saking kayanya, kunci-kunci gudangnya saja tidak bisa diangkut oleh orang-orang kuat yang ada di Mesir. Qarun yang kaya raya dan sangat setia kepada Fir’aun akhirnya diangkat sebagai bendahara kerajaan.

Persekongkolan Melawan Musa

Kisah Musa bermula ketika raja Fir’aun selalu ketakutan kerajaannya dihancurkan oleh Bani Israil (Q.S. al-Qashash : 6). Karena itu, dia membuat kebijakan yang sangat sadis, yaitu membunuh setiap laki laki yang lahir dari kaum Bani Israil. Sementara Musa yang lahir pada masa itu, yang konon kabarnya dihanyutkan oleh ibunya ke sungai Nil, lalu ditemukan oleh keluarga Istana dan mengasuhnya secara diam-diam hingga dewasa. Setelah dewasa (ada yang berpendapat berumur 56 tahun), Musa diberi wahyu oleh Allah dan diutus sebagai Nabi kepada kaumnya (Bani Israil).

Tanggungjawab terbesar Musa tentulah menghadapi Fir’aun yang sudah menobatkan dirinya sebagai tuhan dan raja Mesir yang berkuasa secara diktator. Musa harus meyakinkan Fir’aun bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Fir’aun bukan Tuhan. Dapat dipastikan bahwa dakwah Musa akan menghadapi tantangan teramat keras dari Fir’aun.

Suatu kali, Musa dihadirkan untuk berdebat tentang tuhan dengan Fir’aun. Karena di masa itu praktek persihiran sedang marak, maka tim penilai yang dibentuk oleh pihak kerajaan berasal dari para ahli sihir. Tujuannya sudah bisa ditebak, agar dapat memenangkan Fir’aun. Paling tidak, apapun argumen Musa bisa disepakati oleh tim penilai sebagai sihir.

Kenyataannya, setelah perdebatan selesai, Musa dinyatakan sebagai pemenang. Tim penilai berpendapat, tidak ada unsur sihir dalam semua argumen dan pembuktian tentang tuhan yang disampaikan Musa.

Fir’aun merasa terpukul, dia tidak mau menerima hasil tersebut. Dia kemudian meminta Haman agar memberikan pendapat. Dengan enteng Haman berkata, “Tidak mungkinlah Musa mengalahkan sang raja”.

SIMAK JUGA :  Kontroversi Mahyeldi - Hendri Septa Terkuak : Apakah Audy juga tak Bahagia?

Hebatnya, Fir’aun lebih mendengar “fatwa” Haman ketimbang hasil penilaian dewan juri. Akhirnya, Musa tetap diputuskan sebagai pihak yang kalah.

Untuk menguatkan kemenangan yang tidak sah tersebut, Fir’aun memerintahkan Haman agar membuat menara langit untuk melihat tuhan Musa dari tempat paling tinggi. Haman menolak. Dengan kecerdasannya ia menjelaskan bahwa tidak ada gunanya menara langit, karena setinggi apapun bangunan menara, Fir’aun tidak akan dapat melihat Tuhan Musa. Sebab, “tuhan sesungguhnya adalah engkau wahai paduka raja,” kata Haman

Jawaban Haman inilah yang menjadi dasar bagi Fir’aun untuk mengumumkan kepada rakyatnya “ana rabbakumul a’la” (artinya : akulah tuhan yang maha tinggi), dan penguasa sungai Nil. Fir’aun dengan pongahnya kemudian memerintahkan Haman agar menyiapkan pasukan dari bala tentara kerajaan untuk mengusir dan mengejar Nabi Musa dari Mesir.

Tibalah masanya pengejaran itu benar-benar terjadi. Musa bersama pengikutnya sempat kecut sesampai di tepi laut merah. Allah memerintahkan Musa agar memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun terbelah, dan Musa bersama pengikutnya selamat sampai ke seberang lautan, sementara Fir’aun bersama Haman dan bala tentaranya tenggelam di dasar laut setelah laut yang terbelah tadi bertaut kembali atas kekuasaan Allah.

Sementara Qarun, karena tidak tergabung dalam misi pengejaran Musa, tetap di singgasana kerajaan, sebagai bendahara. Dia makin angkuh dan sombong, apalagi kekayaan yang dimilikinya makin melimpah dan jaringan bisnisnya makin meluas.

Suatu kali, Musa mendatangi Qarun untuk memintanya mengeluarkan zakat dari kekayaannya yang banyak guna membantu kehidupan rakyat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena dimana-mana terjadi kelaparan. Qarun menolak dan mengatakan bahwa kekayaan yang dia miliki bukan pemberian Allah, melainkan hasil usaha dan kerja kerasnya sendiri. Kalau rakyat ingin kaya, katanya, harus berilmu dan bekerja keras seperti yang dia lakukan selama ini.

Kesombongan Qarun ini langsung dihukum Allah dengan gempa besar dan longsor yang mengakibatkan Qarun bersama harta kekayaannya terbenam ke perut bumi. (Q.S. al-Qashash : 76-78).

Implikasi Kekinian

Simbolisasi tokoh tiga serangkai ini (Fir’aun, Haman, dan Qarun), meski telah berlalu ribuan tahun, tampaknya masih bisa hadir dalam sistem pemerintahan masa kini di banyak negara. Fir’aun merupakan simbol dari kepala pemerintahan yang angkuh, sombong, dan diktator. Dia pada dasarnyaa bukan orang hebat dan kuat, tapi menjadi hebat dan kuat karena mampu memilih pembantu-pembantunya dari orang-orang hebat kemudian menempatkan pada posisi-posisi strategis.

Haman adalah simbol orang hebat, pintar, berilmu tinggi dan penjilat. Dia menguasai banyak persoalan, dan dengan kepintarannya mampu memberikan solusi kepada raja. Solusi-solusi yang diberikannya pun sangat sesuai dengan keinginan sang raja. Dengan solusi Haman, kekuasaan raja menjadi semakin kuat dan kedudukan Haman kian tak tergoyahkan.

Sesungguhnya Haman memberikan solusi bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk melanggengkan kekuasaan raja dan jabatannya di kerajaan.

Sedangkan Qorun, adalah representasi orang kaya yang pandai mendekat kepada raja, sehingga dia mendapat fasilitas luar biasa dari kerajaan untuk menanamkan investasi di semua sektor bisnis. Kerajaan senang kepadanya karena apapun yang dibutuhkan sang raja bisa dia penuhi. Jadi ada untung timbal balik yang didapatkan oleh Fir’aun dan Qarun.

Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan (di negara manapun), win win solution ini tampaknya sulit dihindarkkan. Siapapun kepala pemerintahannya pasti memilih tokoh-tokoh hebat, pintar dan berilmu tinggi untuk di tempatkan pada posisi-posisi yang sesuai. Tujuannya jelas, agar dia merasa terbantu dalam menetapkan kebijakan-kebiijakan politis strategis, sehingga dengan demikian kekuasaannya menjadi lebih kuat.

Seballiknya, para pembantu juga akan berusaha maksimal untuk membangun kepercayaan (trust) pimpinannya sehingga diapun makin kuat dan lebih leluasa bergerak.

Demikian pula orang-orang kaya akan berjuang untuk bisa dekat dengan penguasa agar jaringan-jaringan bisnisnya bisa terus berkembang.

Orang-orang kaya tau persis bahwa pemerintah tidak akan mampu membangun dengan mengandalkan keuangan negara semata, tanpa melibatkkan pihak swasta/ pengusaha/orang kaya. Tetapi hukum kausalitas tetap jalan, bahwa timbal balik harus saling diuntungkan.

Yang menjadi persoalan adalah jika ketiga tokoh yang disimbolisasikan dengan Fir’aun, Hama, dan Qorun itu bersekongkol dalam bungkus sistem pemerintahan negara, sementara secara diam-diam, mereka berjuang untuk kepentingan diri masing-masing. Andai demikian adanya, berarti nasib bangsa dan mereka kelak, dipastikan sama; tnggelam dan terbenam.

Sebagai penutup, saya ingin mengutip firman Allah dalam Q.S. al-Ankabut : 39 yang artinya : “Sungguh telah datang Musa kepada Qorun, Fir’aun, dan Haman dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka berlaku sombong di bumi, dan mereka orang-orang yang tidak luput dari adzan Allah.”

Kapan masa itu akan tiba ?
Wallahu a’lam.

)*Ketua LPTQ Kota Padang

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *