Manajemen Ibadah di Masa Covid -19

  • Bagikan

Oleh Wardas Tanjung*

Berbagai keistimewaan yang dianugerahkan Allah terhadap bulan Ramadhan, biasanya akan digapai maksimal oleh orang berpuasa. Ada yang menggapainya dengan memperbanyak ibadah shalat, membaca Alquran, berzikir, infak/sedekah sampai membagikan takjil dan menyediakan hidangan buka puasa. Di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, banyak yang beri’tikaf di masjid/mushalla, sekalian berharap bisa bertemu laylatul qadar.

Pada masyarakat tertentu, musim panen sengaja dirancang menjelang masuknya bulan puasa. Tujuannya tidak lain, agar selama bulan puasa dapat beribadah secara penuh. Stop sementara turun ke sawah. Tidak ada beban pikiran tentang makan minum dan jajan anak anak.

Begitulah masyarakat di kampung kampung menyambut dan memuliakan bulan Ramadhan, sehingga suasana malam betul betul semarak. Kedai kedai makanan tumbuh bak cendawan di musim hujan. Anak anak berlari dengan sarung terlilit di leher sambil mencicipi kacang goreng, jagung rebus atau minum es tebak. Mereka bergembira sekali menjelang tengah malam. Sementara lantunan ayat ayat suci Alquran menggema bersahut sahutan dari masjid/mushalla/surau yang ada melalui kegiatan tadarrusan.

Suasana seperti inilah yang membuat orang rantau rindu pulang kampung. Mereka mau menabung berbulan bulan dari hasil usahanya selama di perantauan agar bisa mudik saat bulan puasa tiba (maaf menurut saya mudik dan pulang kampung sama saja). Di rantau suasana ini mungkin tidak mereka temukan.

Di kampung, uang yang mereka bawa dari rantau tadi sebagian digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ayah ibu, kakak adik, kemanakan dan dunsanak, dan sebagian lagi diinfakkan untuk kelanjutan pembangunan masjid/ mushalla/surau yang terbengkalai. Meski, tidak sedikit juga yang menghabiskan untuk berfoya foya bersama kawan kawan sepermainan.

Kini, akibat covid-19 suasana seperti itu tidak tampak sama sekali. Orang rantau diminta bersabar untuk tidak pulang kampung. Tahan dulu rindu berkumpul bersama keluarga dan dunsanak. Shalat tarawih yang biasanya penuh sesak, sekarang ditiadakan berjamaah di masjid, dilaksanakan di rumah masing-masing. Anak anak yang mondar mandir hilir mudik, sudah dilarang. Sementara tadarrusan, hampir hampir tidak ada, dianggap melangggar PSBB karena berkumpul lebih dari 5 orang.

Demikian juga orang berjualan, hampir hampir tidak ada. Malam malam Ramadhan tahun ini benar benar sepi.

SIMAK JUGA :  Putri Soekarno Ungkap Dalang Peristiwa G30S Bukan Komunis

Lantas, apakah dengan demikian semangat beribadah juga sepi?

Sejatinya tidak. Sebab lahan ibadah itu sangat banyak. Tidak terbatas hanya shalat, puasa dan zakat. Umat Islam mestinya bisa memanfaatkan situasi macam apapun untuk beribadah.

Ketika kita bertemu seekor anjing yang kehausan di tengah padang kering kerontang, lahan ibadah ada di sana. Berilah anjing itu air, insya Allah akan menjadi ibadah. Bertemu seorang nenek tua tertatih tatih di jalan, di situ ada lahan ibadah. Bantulah dia, insya Allah jadi ibadah.

Di tengah pemberlakuan PSBB sekarang, di mana kita diminta di rumah saja, maka aktifitas ibadah pun harus kita lakukan di rumah juga.

Mari banyak membaca Alquran. Targetkan setiap hari minimal bisa membaca Alquran satu juz. Nanti di hari terakhir puasa kita bisa khatam.

Sedekah yang biasanya kita masukkan ke kotak amal di masjid/mushalla/ surau, sekarang ganti dengan celengan di rumah masing-masing. Nanti di akhir puasa celengan itu dibuka, mana tau bisa membantu tetangga atau orang lain yang sangat membutuhkan. Atau paling tidak diserahkan untuk kelanjutan pembangunan masjid/mushalla/surau.

Shalat berjamaah lima waktu dan shalat tarawih yang biasanya dilaksanakan di masjid/mushalla/surau, kini laksanakan di rumah masing-masing. Ayah atau anak laki laki tertua yang ada di rumah menjadi imam. Sekalian sarana melatih diri jadi imam benaran. Mana tau suatu waktu nanti tidak ada imam di masjid, kita lah yang maju menjadi imam. Selama ini karena tidak terbiasa berlatih di rumah, akhirnya tak bisa bisa juga jadi imam.

Jadi, pandemi covid-19 jika kita ambil hikmahnya, ada juga sisi positifnya. Covid-19 menuntut kita untuk melakukan penyesuaian manajemen ibadah. Bisa menjadi ajang berlatih diri jadi imam benaran, memperbaiki bacaan Alquran, membiasakan diri untuk hemat, disiplin, bahkan juga mengurangi ghibah. Kalau lah bukan karena kita diminta di rumah saja, mungkin hari hari kita akan habis bergunjing ke sana ke mari. Wallahu a’lam.

*Penulis adalah Ketua Harian LPTQ Kota Padang

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *