Aktualisasi Peran Masjid di tengah Pandemi Covid-19

  • Bagikan

Oleh Wardas Tanjung)*

Di masa Rasulullah, masjid menjadi pusat penggerakan ekonomi umat. Dari masjid, umat diajarkan bagaimana berdagang, bagaimana menghargai jasa/jerih payah orang lain dan bagaimana menjalin corporasi menurut syariat Islam. Umat juga diajarkan tentang empati dan solidaritas, sehingga tumbuh semangat saling menolong.

Oleh umat, apa apa yang diajarkan Nabi diimplementasikan di pasar rakyat, mengelola ladang ladang kurma ataupun di tempat gembalaan ternak.

Selang beberapa lama kemudian sistem ekonomi syariah yang diajarkan Rasulullah berkembang sangat pesat di Madinah. Perekonomian umat bangkit. Sistem rentenir atau riba, gharar dan maysir yang selama ini mewarnai bisnis di pasaran, berubah menjadi usaha usaha syar’iyah seperti Syirkah, Ijarah, Rahn, Salam, Istishna, Hawalah, Wakalah, Wadiah, Mudharabah dll.

Sementara itu ekspansi dakwah Rasulullah telah merambah sampai malampaui batas teritorial Madinatul Munawwarah. Negeri Syam dan Thaif merupakan daerah daerah yang dimasuki oleh Rasulullah bersama sahabat. Dan bersamaan dengan ekspansi dakwah Islamiah ini, Rasulullah juga mengembangkan dakwah ekonomi syariah. Walhasil, Madinah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di jazirah Arabia dan diikuti oleh daerah daerah sekitarnya sebagai subordinat pertumbuhan.

Lain halnya dengan Mekah yang sudah ditinggalkan oleh Rasulullah bersama sahabat, tidak berubah. Sistem hukum rimba siapa kuat menang dan berkuasa, masih tetap berjalan. Praktek praktek riba, gharar dan maysir masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas ekonomi umat.

Tokoh tokoh Quraisy yang dulunya mengusir Rasulullah, kini mulai sadar dan menyesali perbuatannya. Apalagi perekonomian masyarakat Makkah sudah jauh tertinggal dari Madinah.

Dalam suatu permusyawaratan tokoh tokoh Quraisy Makah, disepakati untuk membujuk Muhammad agar mau kembali ke Makah dan menjadi penguasa. Namun Nabi Muhammad menolak. Beliau lebih memilih bergerak membangun aqidah dan ekokomi umat dari Madinah saja. Hingga akhirnya beliau pun wafat di sana.

*Pergeseran Fungsi Masjid*

Perubahan paradigma berpikir umat sejak masa dinasti Abbasyiah telah menggeser fungsi masjid sebagai pusat pembinaan ekonomi umat. Masjid didoktrin hanya sebagai tempat shalat dan melakukan pengajian pengajian tentang ibadah shalat, penyelenggaraan jenazah, puasa dan zakat.

Di Indonesia, indoktrinasi fungsi masjid ini sangat menonjol pasca kemerdekaan, terutama di masa orde lama dan orde baru. Di masa ini, masjid harus steril dari kajian kajian masalah politik, ekonomi, hukum dan pendidikan. Kalau mau membicarakan masalah masalah itu, jangan di masjid, karena masjid hanya tempat shalat.

Paham sekuler seperti ini amat terasa menjelang kejatuhan orde baru, di awal hingga pertengahan tahun 90-an. Paham sekuler ini sengaja ditanamkan untuk membatasi ruang gerak umat Islam yang pada Pemilu 1987 menghasilkan banyaknya tokoh tokoh Islam duduk di parlemen.

Di masa reformasi, doktrin masjid hanya tempat ibadah tersebut masih didengungkan, tapi sudah mulai mendapat perlawanan melalui pemikiran pemikiran cerdas tokoh tokoh muda Islam. Belakangan sudah ada keberanian sebagian takmir masjid melaksanakan kajian politik, hukum dan ekonomi di masjid. Dan penguasa hampir hampir tidak berani bertindak.

Yang terjadi belakangan adalah diskriminasi dan kriminalisasi ulama oleh penguasa. Masjid masjid yang dicurigai adalah masjid yang memfasilitasi pengajian yang mengarah pada radikalisme. Meski konsep radikalisme itu masih multi tafsir, tapi pihak pemerintah telah menganggapnya sebagai ancaman bagi bangsa dan negara.

SIMAK JUGA :  Mengenal Cryptocurrency Sebagai New Platform Criminals

Perubahan sikap pemerintah terhadap masjid dan ulama akhir akhir ini nampaknya lebih disebabkan adanya politik kepentingan, di mana ada tokoh non muslim yang diberi tempat sangat istimewa oleh penguasa. Dalam perjalanan selanjutnya, hal ini jelas sangat merugikan umat Islam dan akibatnya sekarang diantara anak bangsa terjadi saling curiga. Jika kondisi ini berlarut, dikhawatirkan energi anak bangsa ini akan habis berseteru untuk kepentingan kepentingan parsial, padahal kita butuh kekuatan bersama untuk memerangi penjajahan ekonomi global. Salah satunya konon covid-19 ini, yang ditengarai sengaja dibuat untuk membuat sistem ekonomi dunia kacau. Jadi covid bukan murni persoalan yang berhubungan dengan kesehatan, tapi lebih pada upaya untuk membuat perekonomian dunia berantakan.

*Aktualisasi Fungsi Masjid*

Sekarang apa yang harus dilakukan umat Islam?

Pilihannya adalah mengaktualisasikan fungsi masjid.

Aktualisasi fungsi masjid dapat dilakukan dengan kembali pada garis garis besar fungsi masjid yang diajarkan Rasulullah. Jika di masa Rasulullah masjid difungsikan untuk memperkenalkan sistem ekonomi syariah, sekarang takmir masjid dapat memfasilitasi umat untuk melakukan suatu kegiatan yang dampaknya bisa dirasakan langsung oleh umat.

Misalnya, dalam kondisi mewabahnya covid-19 sekarang, aktifitas shalat berjamaah atau kajian kajian ta’lim boleh tidak dilaksanakan di masjid, tapi aktifitas ibadah sosial bisa tetap berlangsung.

Saat ini banyak warga yang hidupnya susah karena aktifitasnya bermuamalah dibatasi. Mereka tidak dibolehkan beraktifitas di luar rumah kecuali untuk hal hal yang sangat mendesak dan perlu. Sementara aktifitas di luar rumah menjadi penanda ekonomi bergerak. Artinya, dengan hanya di rumah, aktifitas ekonomi juga terhenti, sedangkan kebutuhan pokok untuk survival harus dipenuhi. Bagaimana mereka memenuhi kebutuhannya kalau beraktifitas saja dilarang.

Inilah celah yang harus dimasuki oleh takmir masjid. Mesti ada gerakan solidaritas dari umat/jamaah yang difasilitasi oleh takmir untuk membantu orang/jamaah lainnya yang aktifitas ekonominya berhenti.

Sebagai sebuah gerakan solidaritas, maka yang sangat diperlukan adalah kesadaran, baik dari kalangan penggerak maupun jamaah yang akan digerakkan.

Gerakan solidaritas ini bisa dalam bentuk pengumpulan donasi yang hasilnya kemudian diserahkan untuk menjamin kelangsungan hidup warga/jamaah yang aktifitas ekonominya terhenti tadi. Donasi tidak harus dalam bentuk uang, tapi bisa Ventura, seperti beras, minyak goreng, gula, telur dan lain lain. Ini bisa disesuaikan dengan kebutuhan.

Untuk memastikan pendistribusiannya berjalan lancar, maka pihak takmir masjid bisa bekerjasama dengan pengurus kampung seperti RT/RW dan tokoh masyarakat lainnya untuk menetapkan sasaran penerima.

Ini tidak terlalu rumit, karena RT/RW pasti sudah punya data awal, tinggal memvalidasi berdasar realita lapangan. Melalui pertemuan terbatas RT/RW validasi ini bisa diselesaikan dalam waktu cepat.

Selanjutnya tindakan aksi pengumpulan donasi, bisa dilakukan dengan memberdayakan kelompok kelompok remaja masjid. Jadi di sini terlihat sinergisitas semua unsur melakukan gerakan solidaritas.

Langkah ini sangat tepat, di saat pemerintah belum juga action merealisasikan janjinya untuk membantu rakyat yang terdampak akibat diberlakukannya PSBB.

)*Ketua LPTQ Padang

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *